Mohon tunggu...
Dewi Indriati Sukma
Dewi Indriati Sukma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Karya, tuangkan pikiran dalam tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Adanya Bias Gender terhadap Idola Perempuan K-Pop Joy Red Velvet yang Dihujat Warganet

13 April 2021   10:20 Diperbarui: 13 April 2021   13:11 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat membawa sebuah perubahan dalam masyarakat. Lahirnya media sosial menjadikan pola perilaku masyarakat mengalami pergeseran baik budaya, etika, dan norma yang ada. Dari berbagai kalangan dan usia hampir semua masyarakat Indonesia memiliki dan menggunakan media sosial sebagai salah satu sarana guna memperoleh dan menyampaikan informasi ke publik.

Media sosial adalah media online yang digunakan untuk kebutuhan komunikasi jarak jauh, proses interaksi antara user satu dengan user lain, serta mendapatkan sebuah informasi melalui perangkat aplikasi khusus menggunakan jaringan internet. Layanan yang termasuk media sosial, mungkin mudah untuk kita langsung menyebut beberapa merek populer seperti Facebook, Twitter, Instagram, YouTube, atau Pinterest.

Berdasarkan hasil riset data menurut Hootsuite (We are Social): Indonesian Digital Report 2020Total Populasi (jumlah penduduk): 7,750 milyar, Pengguna Mobile Unik: 5,190 milyar, Pengguna Internet: 4,540 milyar, dan Pengguna Media Sosial Aktif: 3,800 milyar. 

Tak jarang kita melihat seseorang tidak mengenggam ponsel pintarnya, bahkan dizaman yang serba modern ini, semuanya sudah serba instan, seperti mudah mendapatkan informasi salah satunya berita yang datangnya dari kpop perempuan yakni Red velvet yang dihujat sejumlah warganet laki-laki karena mengunggah foto dengan kaus bertuliskan “We all Should be Feminist” di akun instagram pribadinya. Meski demikian, para penggemar perempuan Red Velvet, atau disebut Reveluv, tetap memberikan dukungan serta mempertanyakan mengapa perkara harus dibesar-besarkan sebagai hal negatif. Para Reveluv perempuan tidak tinggal diam melihat kasus yang dialami idolanya sehingga mempertanyakan kepada laki-laki yang menghina Joy hanya karena mengenakan kaus bertuliskan feminis.

Sebelumnya, dua anggota BTS, Jimin dan Jin, tertangkap kamera mengenakan kaus lengan panjang bertuliskan “Gender Equality” dan “Radical Feminist”. Tapi tidak ada hujatan sedikit pun dari publik, berbeda dengan yang dialami Joy. Pada dasarnya kedua Kpop korea baik dari Joy Red Velvet dan Anggota BTS, yakni Jimin dan Jin sama-sama menyuarakan kesetaraan gender dan menggunakan kaos feminis, tetapi disini Respons warganet menunjukkan adanya bias gender terhadap suatu isu yang melibatkan idola laki-laki dan perempuan.

Bias Gender adalah Kondisi dimana salah satu pihak dirugikan, sehingga mengalami ketidakadilan baik dari keadaan, posisi, dan kedudukannya. Bias gender tersebut bisa saja terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi , bias gender ini lebih banyak dirasakan oleh kaum perempuan. Sebenarnya ketimpangan gender yang merugikan perempuan itu, secara tidak langsung dapat merugikan masyarakat secara menyeluruh. 

Melihat kasus yang terjadi bisa disimpulkan bahwa budaya patriarki juga menjadi alasan yang menyebabkan adanya kesenjangan dan ketidakadilan gender yang mempengaruhi hingga ke berbagai aspek kegiatan manusia. Laki-laki memiliki peran sebagai kontrol utama di dalam masyarakat, sedangkan perempuan hanya memiliki sedikit pengaruh. Hal ini menyebabkan perempuan diletakkan pada posisi subordinat atau inferior. Sehingga pembatasan-pembatasan peran perempuan oleh budaya patriarki membuat perempuan menjadi terbelenggu dan mendapatkan perlakuan diskriminasi.

Kaitan dalam kasus tersebut berhubungan dengan perspektif Hartsock yang mencampurkan teori standpoint tersebut dengan teori feminisme yang berpandangan bahwa wanita memiliki posisi sosial untuk mengakhiri penindasan. Sebagaimana dikatakan oleh teori standpoint, perempuan harus dilihat sebagai konsumen aktif dalam realitasnya dan perspektif pribadi individu yang merupakan sumber informasi terpenting terhadap pengalaman mereka. Standpoint theory memberikan otoritas kepada perempuan untuk memiliki serta menyuarakan pengalaman dan pendapatnya sendiri. Standpoint perempuan tidak hanya sekadar cara pandang atau cara perempuan mengetahui sesuatu, tetapi lebih jauh sebagai sebuah pembuktian tentang keberadaan perempuan di dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Irma, Ade dan Dessy. 2017. Menyoroti Budaya Patriarki Di Indonesia.  Jurnal Kerja Sosial

Rahminawati, Nina. 2001. Isu Kesetaraan Laki-Laki dan Perempuan( Bias Gender). Jurnal Sosial dan Pembangunan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun