Mohon tunggu...
Dewi Rafika Sari
Dewi Rafika Sari Mohon Tunggu... Freelancer - a lifelong learner

all is well

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Raih Kedaulatan Pangan Melalui Perhutanan Sosial

8 April 2021   12:31 Diperbarui: 8 April 2021   12:37 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dewasa ini terkait kebijakan pangan terkait wacana impor Beras, Food Estate, merupakan salah satu isu terbaru yang ada di indonesia. Pasalnya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah bersifat berlawanan dengan kebijakan lain sehingga menimbulkan tanda tanya dan kepastian arah dari kebijakan tersebut. Kebijakan yang dibuat pemerintah antara lain pemerintah menyampaikan rencana pembukaan food estate di sejumlah wilayah Indonesia, namun tak lama keluar rencana impor beras 1 juta ton yang digulirkan di tengah masa panen raya.

Potensi pemanfaatan sumber daya hutan untuk memenuhi kebutuhan pangan terbagi menjadi dua jenis, yaitu dengan secara tidak langsung mengubah hutan menjadi sistem penyangga kehidupan, termasuk sistem pangan dan pertanian; dan secara langsung menjadikan hutan sebagai penyedia pangan (hutan pemasok pangan). 

Peran hutan dalam mendukung ketahanan pangan dengan mendukung fungsi hutan sebagai sistem kehidupan meliputi: hutan sebagai pengatur pengelolaan air, hutan sebagai pengatur iklim mikro dan penyerap karbon, serta hutan sebagai sumber plasma nutfah (SDG). Adanya fungsi hutan dapat mendukung program food estate yang dicanangkan pemerintah, hal tersebut dapat diwujudkan melalui program perhutanan sosial. 

Beberapa skema perhutanan sosial dapat menjadi solusi dalam ketahanan pangan. dari beberapa masalah tersebut muncul pertanyaan terkait bagaimana solusi mencapai ketahanan pangan nasional dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia? serta bagaimana menyusun konsep kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan lingkungan? 

Food estate merupakan upaya untuk mensejahterakan masyarakat dengan memanfaatkan lahan kosong yang belum dikelola untuk ditanami berbagai bahan pangan. Program food estate sebenarnya bukanlah program yang baru, karena sudah diterapkan dibeberapa provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan Papua  dimana lahan tersebut berada di kawasan hutan. Hal tersebut tentunya berdampak pada tutupan lahan di kawasan hutan. Luas tutupan hutan tiap tahun semakin menurun diakibatkan salah satunya diakibatkan oleh program food estate, dimana lahan di kawasan hutan banyak ditanami tanaman pertanian.

Hutan memegang peran penting sebagai sistem penyangga kehidupan, hutan sebagai pengatur pengelolaan air, hutan sebagai pengatur iklim mikro dan penyerap karbon dan berbagai fungsi ekologis lainnya. Dari berbagai macam fungsi tersebut  tentunya akan hilang secara cuma-cuma apabila keberadaan hutan dewasa ini terancam. Sementara itu, kebutuhan pangan dapat diatasi dengan memanfaatkan potensi sumber daya hutan terbagi menjadi dua jenis, yaitu dengan secara tidak langsung mengubah hutan menjadi sistem penyangga kehidupan, yakni sistem pangan dan pertanian; dan secara langsung menjadikan hutan sebagai penyedia pangan (hutan pemasok pangan). Peran hutan dalam mendukung ketahanan pangan dengan mendukung fungsi hutan sebagai sistem kehidupan meliputi: hutan sebagai pengatur pengelolaan air, hutan sebagai pengatur iklim mikro dan penyerap karbon, serta hutan sebagai sumber plasma nutfah.

Menurut Firdaus (2018), perhutanan sosial adalah suatu sistem pengelolaan hutan secara lestari yang diselengarakan di dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat sekitar hutan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, keseimbangan lingkungan, dan perubahan sosial budaya dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan rakyat, hutan adat dan kemitraan kehutanan. 

Hutan kemasyarakatan dapat dikelola dengan menggunakan sistem agroforestri. Penggunaan sistem agroforestri diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan hutan sehingga masyarakat dapat memanen hasil secara berkelanjutan. Pemilihan komposisi jenis tanaman yang akan dipadukan tentu akan berdampak pada fungsi ekologis hutan. Diharapkan dengan memilih komposisi jenis yang ideal akan dapat mengembalikan fungsi hutan yang rusak. Namun menurut Puspasari et al. (2017), pada penerapan sistem agroforestri terdapat beberapa faktor yang memperngaruhi ketidaksamarataan pendapatan petani, faktor tersebut antara lain luas areal yang digarap, banyaknya variasi jenis tanaman yang ditanam di lahan dan pelatihan yang telah diikuti petani penggarap.

Kegiatan kerja sama Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Australian Center for International Agricultural Research melalui Kegiatan penelitian Enhancing Community Based Commercial Forestry (CBCF) in Indonesia (2016 - 2021) dapat mendukung dan mencari solusi yang tepat dalam menanggapi kebijakan pemerintah terkait food estate dan rencana impor beras dan menemukan solusi kesejahteraan masyarakat dengan tetap mempertimbangkan sisi lingkungan.

#P3SEKPI #KementerianLHK #ACIAR #CBCFIndonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun