Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jaga Jemari untuk "Branding" Diri

15 Oktober 2019   13:45 Diperbarui: 15 Oktober 2019   15:49 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap individu pasti memiliki keinginan untuk mengeluarkan isi hatinya baik dalam bentuk lisan maupun tulisan, hal ini menjadi kebutuhan alami manusia untuk mengekspresikan apa yang dirasakan. Keinginan untuk didengarkan atau mendapat perhatian dari orang lain juga menjadi perihal yang kian lama berubah menjadi kebutuhan, yakni butuh didengarkan dan diperhatikan. 

Di era yang serba digital dan serba cerpat saat ini sangat memungkinkan seseorang berkeluh maupun berkisah di media yang siapapun dapat melihatnya yakni media sosial. Keluhan dan cerita akan tersebar dengan begitu mudahnya secepat kilat akibat dari kemajuan teknologi yang pergerakannya tidak dapat dibendung lagi. 

Kebutuhan seseorang untuk mengeluarkan isi hatinya tertampung dengan baik di media sosial, mulai dari cuitan yang hanya satu atau dua kalimat saja, hingga paparan kalimat panjang lebar, semua ada tempatnya. Kebutuhan seseorang untuk mendapatkan perhatian juga bisa dengan mudah diraih saat ini, hanya dengan sekali klik pada tombol enter, done atau post seluruh kata-kata yang mewakili isi hati akan terpublikasi ke seluruh penjuru negeri. 

Selanjutnya tinggal menunggu umpan balik yang bernada positif maupun negatif dari sesama pengguna media sosial, apapun itu keinginan untuk mendapat perhatian sudah terpenuhi. Kemudahan demi kemudahan yang saat ini melimpah ruah di depan mata pengguna internet terkadang membuat seseorang lupa bahwa ada citra diri yang harus dibangun, bukan untuk berpura-pura menjadi orang lain namun hanya untuk mempertimbangkan kembali apakah hal tersebut perlu diketahui oleh orang lain. Jawabannya bisa jadi tidak, namun bisa juga iya jika dapat membawa dampak positif bagi orang lain.

Remaja dan usia dewasa mana yang saat ini hidupnya tidak terhubung dengan internet? Mungkin ada, tetapi jika dibandingkan dengan yang terhubung dengan internet tentu jumlahnya jauh lebih sedikit. Siapa kini yang tidak memiliki media sosial? Mungkin ada tetapi jumlahnya bisa jadi tidak banyak. Dari populasi yang tidak sedikit ini siapa yang tidak suka berkeluh kesah di media sosial? Mungkin ada tetapi jumlahnya lebih sedikit dari yang gemar mengeluh dalam jaringan. 

Lantas bagaimana menyikapi kebutuhan dari dalam diri untuk mengeluarkan isi hati namun lebih terarah dan dikemas dengan elegan di era digital seperti saat ini? Jawabannya adalah kembali pada diri sendiri, ingin dilihat seperti apa diri ini? Apakah ingin dilihat sebagai orang yang hidupnya memiliki banyak masalah? Apakah ingin dilihat sebagai orang yang gemar membuka aib diri sendiri? Atau ingin dikenal sebagai orang yang hari-harinya selalu berwarna warni? Atau seperti apa? 

Banyak karakter yang dapat dipilih dan disesuaikan dengan passion masing-masing untuk dapat diwujudkan dalam bentuk citra diri atau personal branding. Setiap individu tentu ingin memiliki branding diri yang positif, apapun karakternya, misalnya branding sebagai pengusaha muda yang memiliki jiwa sosial yang tinggi, atau sebagai seorang pimpinan perusahaan yang begitu sayang pada keluarga. Apa yang menjadi keinginan terkait branding diri jangan hanya disimpan di dalam kepala, namun aplikasikan juga dalam kegiatan sehari-hari terlebih melalui konten-konten yang kita unggah di media sosial, baik itu berupa foto, video maupun tulisan. 

Dengan mengunggah suatu konten ke media sosial secara tidak langsung kita sedang membiarkan alam semesta menilai bagaimana sebenarnya diri kita. Jika setiap kali yang diunggah adalah keluhan dan protes sana sini, jangan salahkan siapa-siapa jika lingkungan menilai kita adalah pribadi yang hanya bisa komplen saja tanpa pernah bersyukur. 

Demikian pula jika konten yang diunggah selalu bernada positif dan tidak memihak kubu manapun, maka biarkan orang menilai seperti apa diri kita. Sesungguhnya kita dapat membentuk branding diri kita di media sosial sesuai dengan yang diinginkan, temukan lagi siapa dirimu dan apa yang kamu inginkan, kemudian selasarkan dengan segala hal yang ingin diunggah di jagat maya. 

Usai mengeluarkan isi hati di media sosial manusia memang akan menemukan titik kelegaan yang cukup menyenangkan, puas sudah mengeluarkan semua uneg-uneg dan puas akhirnya mendapat perhatian dari orang lain. Sah-sah saja jika ingin mencurahkan isi hati atau kerap disebut dengan curhat di media sosial, namun semua ada aturannya. Kita bisa mengemas tulisan curhat kita menjadi lebih elegan dengan tanpa mengurangi pesan yang ingin disampaikan. 

Penggunaan kalimat yang lebih halus namun tepat sasaran sejatinya bisa dipelajari secara singkat dan hal ini erat kaitannya dengan meredam kembali ego yang sudang tinggi, lalu lihat kembali ingin dilabeli sebagai apa sebenarnya diri ini? Setelah menemukan brand yang ingin dilekatkan pada diri kita selanjutnya sesuaikan dengan segala sesuatu yang ingin dipublikasikan. Buat ikatan seerat mungkin antara konten yang diunggah dengan personal branding yang diinginkan. Jika seringkali konten meleset terbawa ego, maka bukit kebaikan yang tengah dibangun akan terkikis sedikit demi sedikit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun