Mohon tunggu...
Gaya Hidup

Difabel Juga Ingin Disapa

24 Oktober 2018   18:30 Diperbarui: 25 Oktober 2018   14:47 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://lakotardenton.com

Terlahir sempurna adalah sebuah anugrah luar biasa yang tuhan berikan kepada setiap  manusia. Namun tidak semua manusia memiliki kesempatan yang sama. Seperti halnya kaum difabel, tidak bisa di bayangkan bagaimana susahnya mereka dalam menjalankan aktifitas di luar sana terutama dalam berwisata.

Dikutip dari CNNIndonesia,pada pertengahan oktober 2018 dalam acara Global UNWTO Summit On Tourism di Seoul, Korea Selatan Zurab Pololikashili berbicara soal saling menghormati masyarakat lokal, tradisi, dan menjaga etika terhadap konsep pariwisata urban.

Tidak hanya itu, dalam acara tersebut UNWTO juga menghimbau kepada pelaku bisnis insdustri wisata supaya menyediakan fasilitas serta pelayanan yang mendukung untuk para penyandang difabel. Karena para difabel inipun berhak mendapatkan kenyamanan yang sama seperti para wisatawan normal pada umumnya.

Seharusnya liburan menjadi momen indah yang tidak akan terlupakan bagi para wisatawan. Baiknya industri wisata harus menyiapkan petugas khusus untuk mendampingi dan membantu kaum di fabel beserta keluarganya dalam berpergian.

Begitu banyak himbauan seputar mengutamakan kaum difabel yang banyak di suarakan para lembaga apapun yang peduli akan keadaan difabel. Tapi bagaimana respon dari kaum difabel sendiri mengenai perhatian tersebut?

Pemerintah Indonesia juga tidak mau kalah dengan negara lainnya, dalam hal ini mereka juga sedang berusaha memfokuskan pembangunan untuk mempermudah kegiatan para difabel. Bahkan Kementrian Sosial siap menyediakan fasilitas umum ramah  difabel dengan model terbaik dunia tetapi tetap memperhatikan kearifan lokal wilayah sekitar.

Fasilitas umum untuk difabel yang banyak di temui di kota-kota besar terutama di Jakarta adalah guiding block, yaitu ubin dengan ulir berwarna kuning yang di khususkan untuk mememudahkan langkah para tunanetra. Tetapi banyak pula guiding block yang di bangun seadanya bahkan sebagian ada yang terhalang oleh pohon.

Faktor kurangnya informasi bagaimana cara membantu kaum difabel membuat masyarakat normal terkesan abai. Padahal kaum difabel terutama tunanetra itu perasaannya sangat sensitif. Mereka sedih saat mendengar ada orang di sekitanya tapi mau membantu. Mereka merasa di cuekin, contohnya saat sedang menyebrang di jalan. Mereka mengandalkan tongkat untuk meraba jalan agar tetap sampai dengan selamat sampai tujuan.

Tidak banyak yang mengerti, jauh dalam lubuk hati terdalamnya, banyak orang normal yang sebenarnya perduli kepada difabel tapi mereka hanya tidak mengerti caranya berkomunikasi dengannya seperti apa, takutnya menyakiti.

Sebaiknya di setiap fasilitas umum sediakan pengawas khusus untuk para difabel atau di beri panduan informasi bagaimana cara berkomunikasi dan membantu difabel dengan sopan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun