Mohon tunggu...
Dewi Mulyani Setiawan
Dewi Mulyani Setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Peneliti

Anak tengah. Kelahiran 1998. Saat ini menghabiskan waktu lima hari seminggu bekerja di Cakra Wikara Indonesia, sisanya dihabiskan untuk mengabdi kepada Cimol dan Babushka—kucing-kucing yang beberapa tahun terakhir menjadi tukang palak ikan di rumah. Terima kasih sudah mampir ke sini! Dapat ditemui juga di dmsetiawan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Personalisasi Partai dan Suksesi Kepemimpinan yang Tidak Demokratis

3 Juli 2019   09:26 Diperbarui: 4 Juli 2019   03:04 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kiri) berbincang dengan Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Sumsel Giri Ramanda N Kiemas (kanan) saat menghadiri Konsolidasi Organisasi Partai PDI Perjuangan Provinsi Sumatera Selatan di Palembang Sport and Convention Center (PSCC) Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (13/9/2017). Rapat Konsolidasi Internal tersebut membahas persiapan PDIP dalam pemenangan Pilkada Serentak di Sumsel tahun 2018. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/ama/17(ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI)

Kader-kader partai yang lain seringkali tidak mendapatkan kesempatan untuk menduduki pucuk kepemimpinan karena jalannya tertutup oleh kuatnya faktor ketokohan dan kekerabatan yang mewarnai internal partai politik di Indonesia.

Padahal, terkadang, diskursus dan gagasan-gagasan baru diperlukan agar partai politik bisa terus berkembang. Terlebih lagi kongres atau muktamar tak jarang terlihat seperti sekadar formalitas.

Mengutip Syamsuddin Haris (dalam Budiatri et al, 2018),  "...kongres atau muktamar yang semestinya merupakan forum untuk mengevaluasi perjalanan partai, memperbarui visi dan program, terperangkap sebagai forum prosesi untuk melembagakan pola kepemimpinan personal dan tidak demokratis dalam partai."

Menjelang kongres atau muktamar yang umumnya dilakukan setiap 5 tahun sekali, ada baiknya partai politik mulai berbenah diri serta mempertimbangkan kembali masa depan partai dan demokrasi di Indonesia dalam jangka panjang yang tidak mungkin selamanya bergantung pada figur. Demokratisasi perlu dilakukan mulai dari tubuh partai.

Cukup ironis sebenarnya apabila sebuah lembaga yang ada untuk menyokong demokrasi justru sendirinya tidak demokratis.

Di saat yang bersamaan mungkin kita juga perlu bertanya-tanya, sudah tepatkah sistem politik, sistem pemilu dan sistem kepartaian yang kita anut?

***

Sumber:
Kompas. (20 Juni 2019). Regenerasi Dibahas. Diakses pada 20 Juni 2019, dari
kompas.id
Budiatri et al. (2018). Personalisasi Partai Politik di Indonesia Era Reformasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun