Mohon tunggu...
dewi mayaratih
dewi mayaratih Mohon Tunggu... Konsultan - konsultan

suka nulis dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Terorisme Sedekat Nadi Kita

19 Juli 2022   13:49 Diperbarui: 19 Juli 2022   13:50 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Banyak orang yang mengatakan bahwa bahaya terorisme di Indonesia sudah sedekat nadi, tapi banyak orang juga mengatakan itu lebay (berlebihan). Apakah itu benar (bahwa sudah sangat dekat ) atau memang lebay ?

Generasi Z dan Alpha (kurang lebih berusia 17 tahun ke bawah) adalah generasi masa depan Indoensia yang tumbuh dan hidup berdampingan dengan teknologi, termasuk media sosial. Coba kita liat seorang anak dari selebram X misalnya, sejak lahir sudah mencuri perhartian netizen; termasuk apa yang dipakainya, apa merek nya dll.

Begitu mudahnya kita tahu sesuatu melalui teknologi dan media sosial, mudah juga bagi orang lain untuk mengukur kita melalui media sosial juga. Sisi buruknya adalah melalui banyak keterbukaan ini seseorang -sekecil apapun itu- juga mengetahuinya. Itu juga yang menyebabkan bagaimana budaya Korea bisa mendunia.

Ini juga yang menyebabkan radikalisme bahwa terorisme bisa mendunia lewat kanal-kanal media sosial yang dinikmati oleh banyak lapisan masyarakat. Saat ISIS melakukan kampanye dan provokasi melalui media sosial banyak orang tertarik, terbakar nyalinya dan kemudian berangkat ke Suriah atas nama jihad.

Umumnya mereka membawa serta keluarga -- tidak saja keluarga batih, tapi juga keluarga besar, mertua, ibu dll. Lalu, saat ISIS akhirnya harus mundur karena kalah, para simpatisan ini tercerai berai bahkan banyak yang harus menghabiskan waktu di penjara. Keluarga mereka tersia-sia di wilayah itu termasuk anak-anak.

Bisa kita bayangkan anak-anak yang selama beberapa tahun akrab dengan kekerasan, pasti dalam bayangannya adalah solusi kekerasan juga. Ini karena para anak sangat mudah menerima hal "baru" dari lingkungannya dan lebih patuh dan lincah dalam melakukan perintah. Untunglah negara kita menolak para eks simpatisan ISIS kembali dari Suriah ke Indonesia.

Ini juga bisa menjadi acuan bagi kita bahwa para generasi Z dan A adalah generasi yang harus kita jaga dengan baik bagi kita sendiri dan bagi masa depan bangsa. Radikalisme yang merupakan jantung dari gerakan terorisme juga masuk dalam konteks ini. Pada dua generasi ini, seringkali radikalisme dimulai dari intoleransi.

Intoleransi dimulai dari hal-hal yang sangat kecil, diantaranya adalah kebiasaan menghargai simbol negara seperti Garuda Pancasila, bendera Merah Putih atau upacara bendera. Ini semua seringkali didapatkan dari sekolah. Jika sekolah tidak melakukan hal ini sebagai orangtua harus waspada karena para murid akan merekam ini dalam otak dan benaknya. Sehingga dalam benaknya tidak ada kebanggaan menjadi bangsa Indonesia, atau kecintaan terhadap negara sangat minim karena sekolah yang seharusnya menjadi prioritas acuan juga tidak melakukan itu. 

Seiring waktu, intoleransi dalam bentuk kecil ini kemudian membesar menjadi radikalisme dan kemudian jangan kaget jika dewasa mereka menjadi kepala rumah tangga yang membawa serta keluarganya menjadi pelaku bom bunuh diri, seperti yang terjadi pada keluarga Dita -pelaku bom tiga gereja di Surabaya 2018 lalu -- peristiwa yang sangat sulit untuk dilupakan banyak warga Surabaya-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun