Mohon tunggu...
Dewi Laxmi
Dewi Laxmi Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangga

Membaca, memasak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pulang Kampung (Bagian !)

12 November 2022   22:53 Diperbarui: 12 November 2022   23:21 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagai orang yang tinggal jauh dari kampung halaman, momen pulang kampung adalah hal yang sangat menyenangkan. Bagaimana tidak, selain bertemu sanak saudara, kita juga mendapat kesempatan untuk mendatangi tempat-tempat yang menjadi pilihan favorit atau mempunyai kenangan istimewa. Selain itu kita juga berkesempatan mencicipi berbagai kuliner yang  dulu sangat kita gemari.

Di akhir Oktober saya berkesempatan "pulang kampung".  Sengaja saya beri tanda kutip, karena sebenarnya pulang kampung kali ini sebenarnya "ndompleng" sama suami yang kebetulan sedang berdinas di tanah kelahiran kami.  Saya dan suami berasal dari daerah yang sama, Jakarta.

Pulang ke Jakarta, momen kebersamaan kami seperti terputar kembali. Dulu saya dan suami selalu mengejar-ngejar bus ketika akan pulang ke rumah. Kebetulan saya yang sekolah di SMA N 15 di jalan  RE Marthadinata, Ancol kalau pulang harus naik mobil bus nomor 40 agar bisa sampai ke terminal Tanjung Priok.

Bukan tak ada sarana angkutan lain, tetapi saat itu ongkos naik bus memang lebih murah dari pada mikrolet,  dengan tujuan yang sama. Sebenarnya ada metromini dengan nomor U24, yang bisa mengantar kami hingga di terminal Tanjung Priok juga,  tetapi itu adanya  di jalur belakang sekolah.

Mengingat itu semua, selain membuat kami tersenyum, juga membuat kepala terasa pusing. Kami ingat betul, betapa bus selalu penuh sesak. Sepertinya jarang-jarang kami dapat kebagian tempat duduk. Setiap hari nyatanya kami bergelantungan dengan tangan berpegangan pada kursi atau pegangan di atas kepala. 

Sudah dapat dipastikan aroma yang tercium dari dalam bus. Sisa parfum bercampur keringat hingga bau ketiak yang tak sedap untuk dihirup.

Namun, hal itu tak lagi kami temui ketika datang ke Jakarta kali ini. Kendaraan sudah sangat tertib. Kemacetan yang mengular tak lagi ditemui hampir di setiap titik yang saya dan suami lihat. Pun tak juga kami dengar teriakan kondektur bus yang mengambil penumpang. 

"Priok ... Priok ...."

Kendaraan angkutan umum tak sembarang berhenti. Masyarakat pun mulai bisa menerapkan kedisiplinan untuk naik dan turun dari kendaraan umum. Dan yang paling saya kagumi dari fenomena yang saya lihat dan rasakan, di sini pejalan kaki lebih dihormati. 

Dulu saya takut sekali bila ingin menyeberang di jalan-jalan raya seperti jalan Sabang atau Wahid Hasyim. Kini, ketakutan itu tak lagi kami rasakan.

Kota Jakarta dulu terkenal dengan polusi udaranya yang tinggi. Yah, itu semua memang tak bisa kita hindari, mengingat Jakarta adalah kota yang tak pernah tidur. Kini hal itu sudah jauh berkurang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun