Mohon tunggu...
Dewi Kurnianingsih
Dewi Kurnianingsih Mohon Tunggu... Lainnya - Era digital era informasi kebudayaan

dewikur28@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Portal Kriminal

19 Januari 2022   19:58 Diperbarui: 19 Januari 2022   20:27 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sebut saja namanya Mawar
perawan menawan pusaka tapal batas
Menganyam pun berladang menjadi keseharian
Kembang desa bersahaja lagi ranum-ranumnya
Jelita dari kalangan jelata
Duhai mawar, semerbak wangimu membuai udara

Adalah kumbang sang penjerat paling keparat
Memburu kuncup-kuncup mekar hingga belukar
Bermodal selarik sajak-sajak cinta terjatuhlah mawar dalam kubangan rasa paling jahanam
Rela meninggalkan tanah kelahiran demi bersama pujaan
Duhai mawar, kemurnianmu mengundang lembaran dolar

Seminggu, dua minggu hingga enam bulan; tanpa berkabar kampung halaman
Pengap, gelap; tersekap tembok tebal meringkuk di sudut ruang
Meraung, berteriak histeris; kulit sepucat rembulan tersapu awan
Merindukan pulang ketimbang dipaksa menyusup ke negeri seberang
Duhai mawar, kesakitanmu lukai nurani

Di suatu pagi yang basah jejak hujan semalaman
Sekumpulan lalat berdengung berpestapora
Kerumuni seoonggok daging tak bernama
Terserak antara tumpukan sampah
Di pinggiran ibu kota
Duhai mawar, mekarlah dalam keabadian

Bersembunyi di balik topeng bermata sayu Sang kumbang menggila 

Lanjutkan perburuan
Menggandeng mawar ranum enam belas tahun
Lainnya

Tangerang, 19 Januari 2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun