Mohon tunggu...
Dewi Krisna
Dewi Krisna Mohon Tunggu... Freelancer - Happy House Wife

"You can learn from your competitor, but Do not copy, Copy & You Die" (Jack Ma)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Wisata Edukasi Pameran Naskah Kuno di Keraton Yogyakarta

9 April 2019   11:00 Diperbarui: 9 April 2019   11:20 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pri /Koleksi museum Sonobudoyo

Menghargai budaya, memperjuangkan kearifannya menjadi sebuah tanggungjawab besar Bangsa Indonesia.
Hidup di Yogyakarta, yang merupakan kawasan Kerajaan yang disebut Keraton Ngayogyakarta menjadi kebanggaan sendiri bagi saya.
Dari mulai saya lahir, hingga saat saya jauh dari negara Indonesia, hati ini selalu merindukan Yogyakarta. "Selalu ada rumah untuk pulang", begitu para musafir mengungkapkannya.

Apa sih spesialnya Kota Yogyakarta?
Bagi saya, Yogyakarta adalah kota dimana saya menemukan ketenangan, tak hanya budaya ataupun kulinernya yang beragam, Kota Yogyakarta yang akrab disebut sebagai Kota Pelajar sepi dari keramaian pemilihan Gubernur. Kami rakyatnya mendukung penuh kepemimpinan dengan regulasi berupa Kerajaan.
Ya... kemakmuran juga biaya hidup di Jogja gak begitu menekan apalagi saya hidup di desa hehehe. 

Lalu, gimana kak soal wisatanya?
Oiya namanya kota Budaya wisatanya pasti ada donk, salah satu 10 Bali Baru aja ada di Jogja. Yang gak kalah seru yakni wisata herritage di Keraton Yogyakarta.

Udah pada pernah kesini? iyes, sekarang Keraton Yogyakarta bisa dikunjungi hanya dengan tiket masuk 7000-an rupiah saja.
Beberapa waktu lalu saya sempat berkunjung ke pameran di Keraton Yogyakarta, kunjungan kali ini special edition bersama komunitas Blogger Kompasiana Jogja (Kjog), kami menikmati pameran Naskah kuno yang telah kembali ke Yogyakarta. 

Dengan harga tiket 5000 rupiah kita bisa menjelajahi naskah kuno dengan aksara Jawa selain asli, juga digital.
Well, tapi saya tak bisa menyematkan foto-foto hehehe, sebab saat mengunjungi area manuskrip  ini, kita diharuskan untuk menyimpan kamera, hp maupun tas kita ke penitipan barang.

"Manuskrip itu kan spesial sekali, jadi ini dilakukan untuk menjaga", ujar salah seorang Kakek penjaga di Keraton Yogyakarta.

Kami masuk menuju pameran, dan disana kami disambut hangat oleh beberapa guide dari Keraton berbalut busana traditional dengan kain lurik dan jarit. Meski sudah paruh baya, beliau-beliau ini setia mengabdi kepada Keraton dan sangat piawai berbahasa asing lho. kalahhhh dah saya...

Dok. Pri /Koleksi museum Sonobudoyo
Dok. Pri /Koleksi museum Sonobudoyo


Pintu masuk pameran dijaga oleh Bregada, nah, Bregada yang menyambut kami kali ini yakni Bregada Dhaeng, konon katanya bregada dhaeng, dahulu merupakan para bangsawan Makassar yang hijrah ke Yogyakarta. Senjata Bregada Dhaeng yakni tombak dan tembak, namun kali ini para Bregada ini membawa tombak setinggi 3 meter, dan eitsss kita tidak boleh sembarangan menyentuhnya lho hehehe..

Beralih pandang, kami segera memasuki area pameran, disambut dengan penjelasan mengenai  sapda pandita ratu, dijelaskan disini mengenai pernak-pernik yang dipersiapkan saat Sulthan naik tahta. Ada beberapa binatang yang disertakan dalam persiapan naik tahta ini sebagai simbol kebaikan sifat seorang Raja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun