Mohon tunggu...
Dewi Hidayati
Dewi Hidayati Mohon Tunggu... Lainnya - Santri

Menulislah! Maka engkau akan abadi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Santri Milenial: Tantangan di Era Revolusi Industri 4.o

26 Oktober 2020   08:00 Diperbarui: 26 Oktober 2020   17:42 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Santri zaman dahulu lekat sekali dengan embel-embel “tradisional” dan “kuno”. Namun dewasa ini, di mana perkembangan zaman semakin pesat, seorang santri dituntut untuk beradaptasi dan melakukan perubahan. Santri dituntut untuk memiliki intelektualitas yang luas, yang bisa menggabungkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Di samping menekuni kajian keagamaan yang begitu kental di pesantren, seperti kajian kitab kuning, akhlak, tawadhu, moral, dan tata karma, santri harus mengimbangi kemampuan intelektualnya dalam penguasaan ilmu digital teknologi.

Kini, santri dihadapkan pada era revolusi industri 4.0. di mana perubahan besar-besaran terjadi di berbagai aspek kehidupan. Revolusi industri 4.0 memberikan tantangan yang berbeda bagi santri, terutama perkembangan teknologi. Dalam hal ini pesantren pun akan mengalami tantangan baru untuk bisa tetap berdiri kokoh di tengah-tengah tantangan tersebut. Pondok pesantren bukan hanya sekadar lembaga pendidikan. Namun wadah penguatan dakwah dan penanaman SDM yang lebih unggul dalam berbagai hal.

Tantangan bagi santri milenial adalah bagaimana melawan kebodohan, meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan mengikuti perkembangan teknologi. Apalagi konten-konten di media sosial saat ini semakin berkembang pesat. Dengan perkembangan teknologi ini tidak menutup kemungkinan adanya madharat apabila tidak diimbangi dengan kesadaran pemanfaatannya. Di tengah gelombang revolusi ke empat (4.0), santri harus kreatif, inovatif, dan adaptif terhadap nilai-nilai baru yang baik sekaligus mempertahankan dan menjaga tradisi serta nilai-nilai lama yang baik.

Dalam kehidupan sekarang yang dikelilingi oleh berbagai macam media sosial, sepatutnya santri harus menggunakan media tersebut sebagai wadah untuk berdakwah. Akan tetapi, pada umumnya pesantren melarang para santrinya untuk menggunakan ponsel karena bisa mengganggu proses belajar-mengajar. Meski begitu, di era digital, santri tetap harus melek teknologi. Sebab, teknologi bisa menjadi alat untuk menyebarkan nilai-nilai Islam. Maka pendidikan di pesantren harus menyesuaikan perkembangan zaman dan tidak selalu berpegang teguh pada peraturan baku dan lama yang sudah tidak relevan dengan kondisi kemajuan teknologi.

Santri milenial juga harus bijak dalam menggunakan teknologi di media sosial. Karena pada realitas yang terjadi, banyak sekali media sosial yang disalahgunakan untuk menyebarkan berita bohong atau hoaks. Maka tantangan selanjutnya bagi santri milenial adalah bagaimana supaya kabar yang diterima ataupun disebarkan oleh para santri tidak berdampak negatif bagi kemajuan dan persatuan bangsa. Satu lagi tantangan sekaligus tuntutan bagi para santri adalah rasa nasionalisme. Tak banyak sosok yang mampu menggabungkan keluhuran santri dengan jiwa nasionalisme. KH. Abdurrrahman Wahid, Azyumardi Azra, dan Din Syamsudin adalah segelintir tokoh yang mampu memadukan ke dua unsur tersebut.

Dengan berkembangnya zaman diharapkan para santri lebih bersemangat menggali ilmu sedalam-dalamnya. Sehingga santri milenial dengan kecerdasan intelektual yang tinggi, skill yang mumpuni, serta berakhlakul karimah bisa ikut serta dalam memajukan kehidupan bangsa. Dalam hal ini peran serta dukungan pemerintah menjadi salah satu faktor keberhasilan bagi santri dan pondok pesantren untuk mengembangkan kemampuan hard skill agar bisa bersaing dengan kalangan pelajar lainnya. Dukungan tersebut bisa berupa bantuan fasilitas penunjang pembelajaran, seperti laptop/komputer, mengadakan workshop penulisan di media sosial, perpustakaan, dan fasilitas lain yang dapat mendukung perkembagan skill para santri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun