Mohon tunggu...
Dewi Avida
Dewi Avida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Seorang mahasiswa yang masih belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apakah Kualitas Sekolah Negeri Sudah Sama dengan Kualitas Sekolah Swasta?

1 Juni 2022   11:42 Diperbarui: 1 Juni 2022   11:46 1201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernikahan salah satu artis ternama nan cerdas di Indonesia, Maudy Ayunda yang berlangsung akhir-akhir ini sukses menimbulkan berbagai reaksi di jagad dunia maya. Reaksi timbul dalam berbagai hal, mulai dari membahas latar belakang sang suami yang merupakan teman dan sahabat Maudy sewaktu mengenyam pendidikan S2 di Stanford University hingga membahas latar belakang pendidikan Maudy semasa SD hingga SMA sehingga pada akhirnya bisa melanjutkan S1 di University of Oxford dan S2 di Stanford University. 

Fokus beralih ke latar belakang pendidikan Maudy. Dikutip dari salah satu unggahan di akun Instagram sang Ibunda, @muren.s diketahui bahwa Maudy Ayunda pernah mengenyam pendidikan dengan kurikulum nasional. Namun, hal itu terjadi hanya hingga Maudy menginjak kelas 2 SD. Karena salah satu hal, ibunda Maudy Ayunda merasa tidak cocok dengan kurikulum dan materi yang diajarkan. Singkatnya, setelah melakukan survey di sekolah-sekolah lain, Ibunda Maudy dan Maudy sendiri merasa cocok pada salah satu sekolah swasta bertaraf internasional. 

Dengan prestasi Maudy Ayunda yang mentereng, berbagai pertanyaan muncul. Apakah sekolah negeri dengan kurikulum nasional masih belum bisa menyamai kualitas sekolah swasta?, apakah negara belum berhasil menjamin pendidikan yang memadai bagi seluruh lapisan masyarakatnya?, serta apakah harus sekolah internasional?. Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin beberapa pertanyaan yang muncul, lalu bagaimana jawaban dari fenomena ini?. 

Kebanyakan sekolah negeri saat ini menggunakan kurikulum nasional, yaitu Kurikulum 2013 (K-13) yang merupakan kurikulum terbaru yang digunakan pemerintah menggantikan kurikulum yang digunakan sebelumnya, yaitu K-2006 atau yang lebih akrab disebut dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Kurikulum 2013 berbasis pendekatan saintifik untuk meningkatkan kreativitas peserta didik. Sedangkan sekolah swasta terutama yang berbasis International School biasanya menggunakan kurikulum yang berasal dari luar negeri, beberapa contohnya adalah Cambridge Curriculum International yang berbasis dari Cambridge University, International Baccalaureate (IB) yang berbasis dari Jenewa, Swiss pada tahun 1960, dan International Primary Curriculum (IPC). 

Banyak anak-anak Indonesia yang akhirnya bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang perkuliahan di universitas-universitas ternama dunia. Namun, dalam faktanya tidak semua universitas di luar negeri menerima lulusan SMA Negeri dari Indonesia. Beberapa kampus mensyaratkan kurikulum tertentu, contohnya adalah University of Oxford yang mensyaratkan A-Level atau International Baccalaureate (IB). 

Lalu apakah kurikulum Indonesia belum mampu setara dengan kurikulum-kurikulum tersebut atau mengapa kualitas sekolah negeri belum bisa menyamai kualitas swasta, padahal seharusnya sekolah negeri harus memiliki kualitas pendidikan yang bagus dan memadai bagi seluruh masyarakatnya karena tidak semua kalangan masyarakat mampu menyekolahkan anak-anaknya di sekolah swasta maupun internasional. 

Pemegang kekuatan utama untuk menyempurnakan kualitas pendidikan di Indonesia terutama sekolah-sekolah negeri adalah pemerintah lalu diikuti dengan kerjasama masyarakat atas usaha-usaha serta kebijakan pemerintah. Selain itu, pemerintah juga bisa memberikan contoh kepada masyarakat agar tidak ragu dengan kualitas pengajaran sekolah negeri dengan cara menyekolahkan putra-putri mereka ke sekolah negeri tanpa harus mengindahkan sekolah itu favorit atau bukan. 

Dengan cara ini juga bisa membuktikan bahwa semua kalangan masyarakat adalah setara dan fasilitas publik juga memiliki kualitas yang sama bagusnya dengan swasta, serta menunjukkan bukti bahwa pemerintah juga menikmati fasilitas publik yang sama dengan masyarakatnya. Pemerintah juga memiliki dorongan untuk memaksimalkan semua fasilitas publik karena mereka juga menikmati fasilitas yang sama dengan masyarakatnya. Jika tidak begitu, bagaimana pemerintah ingin masyarakatnya percaya bahwa kualitas pendidikan sekolah negeri sudah bagus, sedangkan putra-putri mereka sendiri tidak menikmati pendidikan di sekolah negeri. 

Sekolah negeri pun yang harusnya kualitas pendidikannya setara satu sama lain juga belum terwujud dengan maksimal di Indonesia. Masih banyak diluaran sana, sekolah-sekolah negeri yang mendapatkan cap sekolah favorit. Bahkan dalam sesama sekolah negeri pun masih terjadi kesenjangan. Walaupun pemerintah sudah mencoba menghapuskan tradisi penyebutan sekolah favorit ini, hal ini masih belum terimplementasi dengan baik di kalangan masyarakat. Di lain sisi, malah tercipta berbagai ide-ide baru di masyarakat dengan untuk mengelabui sistem zonasi ini. 

Dengan semua fakta-fakta yang muncul tersebut, membuktikan bahwa sistem pendidikan negeri dengan kurikulum K-13 kualitasnya masih belum setara jika dibandingkan sekolah-sekolah swasta dengan kurikulum internasional. Hal ini menjadi pr bagi semua lapisan di masyarakat. Pemerintah harus mengusahakan agar kualitas sekolah negeri juga bagus dan unggul dan masyarakat juga harus mendukung dan mempercayai pemerintah. Negara harus menjamin kualitas pendidikan yang bagus, unggul, dan memadai bagi semua lapisan masyarakatnya tanpa ada kesenjangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun