Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kisah Remaja Pria dan Tiga Perempuan dalam 20th Century Women

18 Mei 2017   15:14 Diperbarui: 18 Mei 2017   15:26 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Tiga Perempuan Beda Pandangan dalam 20th Century Women (dok. Rogerebert.com)"][/caption]

Setiap masa memiliki pengaruh kepada setiap manusia dalam memandang kehidupannya. Itulah yang dialami Dorothea, Abbie, dan Julie, tiga perempuan berbeda usia, dalam film berjudul 20th Century Women. Masing-masing memiliki cara berbeda dalam memandang dunia sehingga membingungkan Jamie, putra Dorothea, dalam memahami perempuan.

Perempuan paling senior, Dorothea Fields (Annette Bening) ,pada tahun 1979 dimana latar kisah ini berawal, telah berusia 55 tahun. Ia besar pada era depresi (great depression) dimana harga saham anjlok dan kondisi perekonomian sangat suram. Sekelilingnya adalah orang-orang miskin yang hidup prihatin. Selanjutnya terjadilah perang dunia kedua dimana ia kemudian bercita-cita menjadi pilot pesawat tempur. Tapi angan-angannya tak tercapai, setelah lulus kursus penerbangan, perang sudah usai.

Oleh karena dibesarkan dalam suasana serba prihatin dan serba ketidakpastian, ia sangat berhati-hati menyimpan dananya demi bekal kehidupan putranya, Jamie. Ia sendiri kemudian menjadi sosok Ibu yang ingin semuanya serba sempurna, konvensional. tapi malangnya pernikahannya hancur dan komunikasi dengan Jamie tidak berjalan mulus.

Abbie (Greta Gerwig(, salah satu penyewa kamar di rumah Dorothea merupakan gambaran perempuan energik penuh spirit. Ia lahir pada tahun 1950-an dan hidup di era gambaran ideal tentang sebuah keluarga, namun ia berontak karena perempuan masa itu mendapat upah lebih rendah dan kesempatan bekerja yang terbatas. Ia aktif sebagai feminis dan bekerja sebagai fotografer. Namun diagnosa kanker serviks kemudian membuatnya rapuh.

Perempuan termuda yaitu Julie (Elle Fanning) terkait dengan keluarga Dorothea karena ia sahabat putranya, Jamie (Lucas Jade). Ia gadis yang rumit. Julie dibesarkan di era yang mapan sebelum kemudian pengaruh flower generation berhembus. Ia merasa setiap perempuan bebas menyuarakan pendapatnya, termasuk hal-hal yang dianggap tabu.

Film yang meraih nominasi naskah terbaik di ajang Oscar dan dua nominasi di ajang Golden Globe ini menarik disimak karena mempertautkan pria remaja, Jamie, dengan tiga perempuan di sekelilingnya. Jamie yang masih labil dan merasa mulai susah berkomunikasi dengan ibunya, menganggap dunia perempuan adalah hal yang rumit dipahami tapi menarik. Ia mulai gemar berdiskusi dengan Julie tentang hubungan pria dan wanita, juga membaca buku-buku feminis yang diberikan oleh Abbie, membuat Ibunya terheran-heran karena putranya memiliki minat terhadap hal intim seputar perempuan.

[caption caption="Dorothea sulit akrab dengan putranya (dok. Merrick Morton dalam http://media.npr.org)"]

[/caption]

Inti dari film ini adalah hubungan Ibu dan anak juga bagaimana perbedaan cara pandang perempuan yang dipengaruhi era dan lingkungan tempat ia dibesarkan. Meskipun durasinya cukup lama yaitu mencapai dua jam, film ini tidak membosankan karena diselingi oleh pertunjukan musik di klub dan berbagai montase (montage) yang memperlihatkan berbagai era dan memperkenalkan tiap karakter. Menurutku montase dalam film ini yang membuatnya unik dan memiliki nilai lebih. Lagu-lagu dalam film ini merupakan lagu-lagu yang beken tahun 1970-an, makin menguatkan latar waktu cerita ini.

Dari segi akting, performa Annette Bening sebagai single parent memang layak dipuji. Tak heran jika ia mendapat nominasi aktris terbaik di ajang Golden Globe. Sedangkan Elle Fanning yang dalam film ini menjadi perempuan sinis dan rumit, karakternya tak jauh beda ketika ia mencuri perhatian di film Super 8.

Film 20th Century Women ini menjadi film pembuka di ajang Plaza Indonesia Film Festival (PIFF) 17-19 Mei yang bertemakan Celebrating Women. Ada enam film yang diputar. Hari ini Kalian bisa menonton Ma'Rosa, film Philipina tentang seorang ibu paruh baya yang tersangkut transaksi barang ilegal dan juga film tentang teka-teki berjudul Japanese Girls Never Die. Esok (19/5) Kalian bisa menyimak film tentang gang cewek berjudul Bande de Filles atau Girlhood juga film kontroversial berjudul Lipstik Under My Burkha. Film-film ini bisa ditonton secara cuma-cuma dengan mendaftar di web Plaza Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun