Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ketika Nero Ngerumpi Vaksinasi

18 Oktober 2016   09:10 Diperbarui: 18 Oktober 2016   09:18 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nero mimpi buruk terbangun di dalam tas lalu divaksinasi (dokpri)

Malam hari majikanku sudah tertidur pulas. Aku malas tidur sendirian di sofa. Mending aku jalan-jalan dan mengobrol bersama Lurik, Momo hitam dan kawan-kawan lainnya.
Malam hari ini cerah. Asal tidak bertemu Blekok, kucing preman itu, aku yakin hari ini menyenangkan. Malam hari bikin aku jadi lapar lagi. Patroli dulu ah siapa tahu ada sisa ikan yang masih bisa dimakan.

“Sssttt...tuh Nero datang!” Momo Hitam yang akhir-akhir ini sering diajak berkelahi oleh Nero mundur ke belakang. Ia lagi enggan melayani tantangan kelahi dari Nero. Gara-gara penampilannya yang hitam kelam mirip Blekok, si kucing preman, Nero sering melampiaskan kekesalannya dengan memprovokasinya untuk berkelahi jika kalah bertarung lawan Blekok.

Lurik yang dulunya kawan Nero dan Momo Hitam, pun juga enggan menyapanya. Nero sudah jadi kucing jantan, ia tidak lagi bersahabat seperti dulu. Ia jadi lebih doyan berkelahi daripada membadut kayak dulu. Padahal ia dulu kucing yang ramah dan bersahabat. Semua kucing-kucing suka bermain ke halamannya. Nero dulu juga suka membagi makanannya dan tidak marah melihat Lurik atau Momo menghabiskan jatah makanannya.

Momo Hitam dan Lurik sejak kecil hingga di jalanan (dokpri)
Momo Hitam dan Lurik sejak kecil hingga di jalanan (dokpri)
“Nero sudah puber jadinya sombong dan pelit kayak begitu,” ujar Momo
“Kayaknya itu gara-gara Blekok yang memang suka berkelahi dengan siapa saja, jadinya Nero jadi gemar berkelahi juga,” Lurik membela Nero. Ia ingat dulu ia dan Momo sering numpang tidur di kursi teras. Kadang mereka bertiga tiduran bareng menghangatkan diri.

Kucing berwarna kucing kecokelatan itu melintas. Dari ekornya yang bergoyang lincah suasana hatinya sedang baik. Ekornya juga kemudian naik ke atas pertanda ia sedang ingin bersahabat.

“Hai Lurik..Momo. Ada kabar apa nih?!” Nero menyapa riang. Tanpa diminta ia bercerita bagaimana majikannya mengobati luka ekornya yang berdarah digigit Blekok. Ia terkekeh-kekeh bagaimana ia begitu dimanja. Lurik dan Momo saling memandang, keduanya iri karena sejak kecil tidak bertuan.

Nero punya tuan dan disayang (dokpri)
Nero punya tuan dan disayang (dokpri)
“Kamu beruntung, Nero,” Lurik merasa iri.

Seekor kucing betina belang telon yang dijuluki si Badut menuju ke arah mereka membawa kepala ikan. Ia tidak menawari mereka, bahkan malah asyik menyantap kepala ikan itu di hadapan ketiga kucing jantan tersebut.

“Badut, Kamu dapat ikan itu darimana?” Momo yang lapar merasa kepingin. Badut tidak menjawab. Mulutnya sibuk mengunyah.

Setelah selesai mengunyah. Ia memandang ketiga kucing itu dengan wajah prihatin. “Kalian kucing remaja memang tidak tahu cara mencari makan dengan baik, mengandalkan manusia memberi saja,” ia menasihati sambil menjilat-jilat kaki depannya.

Lurik melengos kesal. Momo dan Nero diam saja. Kucing betina itu beringas, mereka enggan berkelahi dengannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun