Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Pasukan Semut, Cerita tentang Trio Penyelundup Gula

1 November 2022   22:22 Diperbarui: 1 November 2022   22:41 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trio ini harus kucing-kucingan dengan petugas perbatasan (sumber gambar: Jakarta Film Week) 

Masih ada cerita tentang penyelundupan barang. Pelakunya main kucing-kucingan dengan petugas yang berjaga di perbatasan. Jika ketahuan, maka hukuman penjara akan menanti mereka. Kisah penyelundup gula ini disajikan dalam film pendek peraih nominasi Festival Film Indonesia 2022. Pasukan Semut, judulnya.

Aku menyaksikan film pendek yang memiliki judul internasional  Sweet Squad ini di gelaran Jakarta Film Week 2022. Film ini juga bisa disimak di platform streaming Vidio selain juga ditayangkan secara luring.

Cerita berfokus pada trio penyelundup gula. Dua dewasa dan satu remaja. Mereka masing-masing punya alasan bersedia melakukannya. Alasan yang sama tentunya honor yang besar meski risikonya juga tak kalah besarnya.

Mereka selama ini berhasil main kucing-kucingan dengan petugas. Tapi apakah  'semut' bisa selamanya menghindar dari petugas yang jumlahnya lebih banyak?

Trio ini harus kucing-kucingan dengan petugas perbatasan (sumber gambar: Jakarta Film Week) 
Trio ini harus kucing-kucingan dengan petugas perbatasan (sumber gambar: Jakarta Film Week) 


Lewat film pendek yang diproduksi Gertak Film, rumah produksi asal Pontianak, ini penonton diajak menyelami kondisi masyarakat Kalimantan yang tinggal di perbatasan Malaysia dan Indonesia. Tak sedikit warga yang kurang mampu, sehingga mereka nekat untuk melakukan pekerjaan ilegal yang sangat berisiko.

Dalam salah satu adegan, salah satu tokoh, Rizal, mengeluhkan ibunya yang harus dibawa ke Kuching karena tak ada tempat pengobatan yang bisa merawat penyakit ibunya di desanya. Di adegan lainnya nampak begitu rimbun dan luasnya perkebunan sawit, menggantikan hutan-hutan di Kalimantan. Pilihan mata uang saat bertransaksi juga ditampilkan di sini, mereka bisa memilih menggunakan mata uang rupiah atau ringgit di daerah perbatasan. Penggunaan bahasa Melayu khas Malaysia juga umum.

Film besutan Haris Supiandi ini berhasil memainkan emosi penonton. Ia mencoba  menunjukkan realita kecil yang dijumpainya di sekitarnya. Ceritanya realistis dan alurnya dibiarkan bergulir apa adanya.

Gambar-gambarnya juga apa adanya, tak didramatisasi. Haris sepertinya lebih ingin menguatkan pesan lewat dialog dan akting pemainnya.

Lewat gambar-gambar yang apa adanya, Haris ingin menunjukkan gambaran kecil warga perbatasan di Kalimantan (sumber gambar: Jakarta Film Week) 
Lewat gambar-gambar yang apa adanya, Haris ingin menunjukkan gambaran kecil warga perbatasan di Kalimantan (sumber gambar: Jakarta Film Week) 

Memang tak semua di dunia ini hitam putih. Tak sedikit orang-orang nekat melakukan tindak ilegal karena dalam posisi terdesak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun