Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[KOLOMDonasi] Hanya 500 Kata Per Hari

11 April 2022   23:35 Diperbarui: 12 April 2022   14:49 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagaimana jika setiap orang hanya dapat jatah 500 kata pernah hari? (Sumber gambar: pixabay.com/Nina_akin)

Negeri itu begitu tenang dan sunyi
Namun bukan karena warganya gemar menyepi
atau tak suka ngobrol dengan orang lain
Tidak, di negeri itu ada batasan untuk berkata dan beropini

Di negeri itu tiap orang hanya dapat jatah 500 kata perhari
Kelihatannya banyak, tapi cobalah sendiri
Lima ratus kata kurang untuk bercakap dan beropini
Jika ingin lebih, maka ia harus mengeluarkan duit

Bila jatah 500 katamu habis dalam sehari
Kamu tak akan bisa bercakap lagi, kecuali kamu beli
Jika kamu memaksa beropini
Maka kamu malah kena denda lagi

Awalnya masyarakat gerah dengan batasan bercakap dan beropini
Lama kelamaan itu jadi kebiasaan sehari-hari
Media sosial jadi sepi
Opini warga pun bisa dihitung jari


Masyarakat mulai jarang mengobrol dengan sesamanya
Kata-kata menjadi sangat berharga
Hanya profesi tertentu yang dapat keistimewaan
Untuk menggunakan kata-katanya semaunya

Opini mulai sepi mengalir
Jikapun ada, ia berasal dari orang yang berkorban untuk tak bercakap lisan dengan orang lain
Ia lebih memilih menyampaikan opini
Agar pemikirannya bisa dibaca berulang kali

Warung kopi pun jadi sepi
Karena nyaris tak ada interaksi
Jikapun ada, mereka sibuk sendiri
Membuat opini pendek-pendek hanya agar tetap bisa menyuarakan gagasan pribadi

Negeri itu jadi sepi
Karena adanya batasan untuk berkata dan beropini
Kudengar harga beli kata-kata terus naik
Mungkin suatu ketika kata-kata dan opini tak lagi eksis

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun