Film Indonesia Jadi Tuan Rumah
Yang menggembirakan pada masa 70an, industri film nasional naik pesat. Film-film Indonesia banyak mendapatkan layar. Penonton juga menyukainya sehingga banyak yang bisa bertahan tayang dalam beberapa pekan.
Pada masa tersebut film Indonesia sedang mengalami masa panen. Film impor sedang lemah dan posisinya tak lagi mengancam. Industri film Malaysia, Hongkong, dan Taiwan pun lesu. Bioskop pun jumlahnya lumayan banyak. Totalnya 645 bioskop, dengan 119 di antaranya berada di Jakarta pada tahun 1973. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun 1957 yang mencapai 800an gedung.
Alhasil melihat kondisi yang cerah tersebut Menteri pun menargetkan produksi film mencapai 100 film per tahun. Tapi apa di  kata jumlah SDM perfilman terbatas. Kru filmnya itu-itu saja.
Sarana prasarana juga kurang. Studio filmnya sudah bangunan lama. Lokasi syuting juga ada kalanya memanfaatkan gedung-gedung perkantoran, bahkan rumah para sineas film.
Teknologi pengeditan film yang dimiliki juga terbatas. Sampai ada yang mengedit film dengan menggunakan tangan. Wah wah wah.
Masih banyak hal menarik lainnya pada tahun 70an yang dibahas dalam buku ini. Seperti film pertama dengan unsur lesbian di Indonesia berjudul "Tiada Maaf Bagimu", uang koleksi SK 71 yang memberatkan dan kurang jelas peruntukannya, mulainya pengarsipan film, dan masih banyak lagi.
Sebuah buku yang mendokumentasikan banyak hal tentang kondisi perfilman nasional pada masa 70an. Buku ini bisa dipinjam di aplikasi iPusnas.