Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Invisible Hopes", Cerita Perempuan Hamil dan Anak-Anak di Bui

30 Mei 2021   13:37 Diperbarui: 1 Juni 2021   02:53 1178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anal kasihan hidup di dalam bui (sumber: Lam Horas Production via KOMPAS.com)

Namun, mereka hanya punya waktu dua tahun untuk mengasuh. Setelah itu anak-anak harus diasuh sanak saudara karena lingkungan bui bukan tempat anak-anak hidup dan bernaung.

Bikin Perasaan Campur-Aduk
Gambaran kondisi rumah tahanan yang menjadi rumah bagi sejumlah anak-anak disajikan selama 105 menit. 

Di sini penonton diajak menyelami kondisi para perempuan yang sedang hamil selama di dalam bui. Mereka berpisah dari suami, hamil dalam kondisi serba terbatas, dan kemudian mengasuh bayi dengan kondisi minim.

Aku menontonnya sendirian di bioskop. Penontonnua hanya aku sendiri. Mungkin karena waktunya yang belum masuk prime time atau karena topiknya yang tak populer maka film ini tak begitu diminati.

Ketika menyaksikan film ini, perasaanku campur aduk. Hampir saja aku terbuai dan berpihak dengan para perempuan yang di bui dan menyalahkan kondisi tersebut ke petugas rutan. Hingga kemudian aku tersadar, aku harus tetap bisa obyektif meskipun memang tampilan dokumenter ini agak berat sisi menurutku. Salah satu yang harus tetap kupegang, rutan bukan tempat bayi dan anak-anak tumbuh besar.

Ini yang perlu digarisbawahi menurutku ketika menyaksikan film dokumenter ini.
Penonton harus adil ketika menyaksikan film ini. Tindak kriminal tak bisa dimaklumi. Penegak hukum juga tak tahu bila pelaku kejahatan yang ditangkap sedang hamil. Selain itu, juga ada pelaku kejahatan yang menggunakan kehamilan untuk meraih simpati.

Rumah tahanan juga sejak awal bukan tempat untuk membesarkan anak-anak. Oleh karenanya petugas rutan dalam film ini terus menanyakan siapakah yang akan merawat bayi kepada para penghuni rutan yang hamil. Di rutan sudah ada klinik dan dokter, namun biaya melahirkan di luar klinik dan membesarkan anak-anak bukanlah tanggungan rutan.

Di dalam film ini seperti judul bagian pertamanya, "invisible victims", korban sebenarnya dari kejahatan orang tua adalah anak-anak, baik anak-anak yang lahir dan besar di bui, maupun anak-anak yang ditinggalkan di luar sana.

Merekalah yang menjadi korban tindak kejahatan orang tua dan perlu mendapatkan simpati. Seperti anjuran pihak rutan, maka cara pertama adalah segera memindahkan bayi dan anak-anak tersebut ke sanak saudara agar mereka bisa dirawat dengan lebih baik.

Namun memang tak semua penghuni rutan tersebut memiliki sanak saudara yang berkecukupan dan mampu merawat bayi. Ada juga yang punya alasan-alasan lain agar tak dipisahkan dengan buah hati mereka. Mereka tahu konsekuensinya merawat dan mengasuh bayi di dalam rutan.

Tak ada solusi yang ditawarkan dalam film ini. Sebagai penonton kita memang bersimpati ke bayi dan anak-anak tersebut. Apakah ke depan memungkinkan bagi LSM untuk membuat semacam daycare bagi bayi-bayi dan anak-anak rutan tersebut. Setiap pagi dijemput dan sore dikembalikan ke rutan agar mereka bisa tumbuh kembang dengan lebih baik. Siapa tahu ke depan juga ada donasi berupa makanan sehat dan kebutuhan bayi buat mereka yang dikelola dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun