Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Para Sutradara Perempuan yang Memberi Warna Perfilman Nasional

20 April 2021   06:52 Diperbarui: 20 April 2021   19:55 1447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sofia W.D. sutradara perempuan tahun 60-an yang seorang mantan pejuang (Sumber Gambar: Perpusnas dan Sinematek)

Film berjudul "Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak" dan "Sekala Niskala" banyak meraih pujian di ajang film-film internasional bergengsi. Sutradara film tersebut perempuan lho. Mereka masing-masing Mouly Surya dan Kamili Andini. Mereka dua di antara sutradara perempuan tanah air yang memberikan warna di industri film nasional.

Jika dihitung ada sekitar 20-an sutradara perempuan Indonesia. Mereka terdiri dari berbagai generasi di mana jumlahnya semakin meningkat pesat setelah kebangkitan film nasional. Dalam setiap generasi tersebut, lahir film-film hebat dengan ide-ide yang segar.

Sutradara Perempuan Pertama

Hampir sejaman dengan Usmar Ismail, ada aktris cantik yang kemudian menekuni karier sebagai sutradara. Ia adalah Ratna Asmara, yang filmnya dirilis tahun 1951 berjudul "Sedap Asmara" meraih banyak pujian.

Film ini bercerita tentang perempuan yang mendapati suaminya bersama perempuan lain. Ia kemudian terjebak dan jatuh dalam kubangan hitam.

Ratna Asmara sutradara perempuan pertama Indonesia (sumber gambar: Twitter.com/Cinemalinea)
Ratna Asmara sutradara perempuan pertama Indonesia (sumber gambar: Twitter.com/Cinemalinea)
Sepanjang kariernya sutradara kelahiran 1914 ini banyak mengangkat tema sosial kemasyarakatan. Karya lainnya adalah "Musim  Bunga di Selabintana" (1951), "Dr. Samsi" (1952) "Nelajan"  dan "Dewi dan Pemilihan Umum" (1954).

Era 1960 - 1998: Hanya Segelintir

Setelah era Ratna Asmara, sutradara perempuan masih jarang. Hingga tahun 1995, jumlah sutradara perempuan bisa dihitung dengan jari. Mereka adalah  Sofia WD, Ida Farida, dan Chitra Dewi.

Sofia W.D (1924-1986) dikenal sebelumnya sebagai aktris film. Prestasinya di bidang akting memberinya piala Citra sebagai aktris pendukung di film "Mutiara dalam Lumpur" (1973).

Menjadi aktris sejak tahun 1948, ia kemudian menjajal sebagai sutradara. Debutnya sebagai sutradara adalah film berjudul "Badai Selatan " (1960). Ini merupakan sebuah film horor yang masuk seleksi sebagai perwakilan Indonesia di ajang Berlin International Film Festival tahun 1962.

Karya Sofia lainnya yaitu "Singa Betina dari Marunda" (1971), "Tanah Harapan" (1976), "Jangan Menangis Mama " (1977), "Halimun" (1982), dan "Bermain Drama" (1985).

Selain sebagai aktris, penulis dan sutradara, ia juga aktif berorganisasi. Sofia tercatat pernah menjabat Ketua umum PARFI pada 1971-1974. Ia bersama dulu juga seorang pejuang yang berani melawan sekutu pada peristiwa Agresi Militer Belanda dengan pangkat Sersan Mayor.

Sutradara perempuan berikutnya ada Chitra Dewi (1934-2008) yang telah membintangi puluhan film. Ia aktif sebagai sutradara pada tahun 1971 dengan membesut film "Bertjinta dalam Gelap", "Dara-dara", dan "Penunggang Kuda dari Tjimande".

Dan yang terakhir adalah Ida Farida yang juga dikenal sebagai penulis skenario yang produktif. Perempuan kelahiran Rangkasbitung tahun 1939 ini mendapat piala Citra sebagai penulis skenario terbaik lewat film Cipluk alias "Semua Sayang Kamu" pada tahun 1989.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun