Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

"The Shawsank Redemption" dan Dua Film Ini Membagikan Pesan Solidaritas

9 Mei 2020   22:53 Diperbarui: 9 Mei 2020   22:48 1000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setelah lama murung karena dipenjara meski tak bersalah, Andy bisa tersenyum lagi setelah memiliki kawan bernama Red (gambar dari IMDb)

Dalam film "The Flowers of War" sekelompok siswi dan kelompok pekerja prostitusi (PSK) di Nanking, China bersembunyi di sebuah gereja karena was-was akan serdadu Jepang. Pada tahun 1937 Jepang telah bergabung dengan perang dunia kedua.

Para siswi ini terancam oleh kehadiran serdadu Jepang (sumber gambar: IMDb)
Para siswi ini terancam oleh kehadiran serdadu Jepang (sumber gambar: IMDb)
Hingga suatu ketika serdadu Jepang memasuki gereja dan kemudian menghitung jumlah siswi yang ada di sana; sementara para PSK bersembunyi. Sayangnya salah satu PSK ada di sana sehingga mereka dihitung 13 siswi.

Seorang komandan memerintahkan para siswi untuk bersiap-siap pergi. Menyadari kemungkinan buruk mereka akan menjadi budak nafsu serdadu, para siswi tersebut hendak melakukan bunuh diri. Tapi kemudian para PSK itu bersedia menggantikan mereka. Mereka memotong rambut dan menata penampilannya sehingga mirip para siswi. Sementara para siswi berhasil kabur dengan bantuan perias mayat, nasib para PSK itu tidak ketahuan.

Cerita dalam film yang dibintangi Christian Bale sebagai perias mayat ini bikin sedih. Di sini si perias mayat menyamar sebagai pastor untuk melindungi para perempuan yang bersembunyi karena pastor yang asli sudah meninggal.

Di sini ada wujud solidaritas sebagai sesama perempuan. Karena merasa kasihan dengan masa depan para siswi, para PSK itu mengorbankan diri mereka. Mereka tahu nasib mereka akan buruk, bahkan bisa jadi nyawa mereka terengut.

Cerita dalam filn diangkat dari novel berjudul "13 Flowers of Nanjing" oleh Geling Yan yang terinspirasi dari sebuah diary. Memang kisahnya belum ketahuan apakah nyata atau rekaan, namun pesan solidaritas dalam film ini begitu menggugah.

"Bumi Manusia", Solidaritas Kaum Terjajah

Dalam "Bumi Manusia" sosok Minke digambarkan piawai mengolah kata-kata menjadi tulisan yang bernas. Meskipun ia berasal dari golongan bangsawan, ia memiliki solidaritas terhadap bangsanya, kaum terjajah. Meski ia anak seorang pejabat daerah, di mata kolonial Belanda mereka tak setara. Ia mendukung habis-habisan perjuangan Nyai Ontosoro mendapatkan haknya, mendapatkan hak asuh anaknya dan juga perlakuan yang setara di hadapan hukum.

Digambarkan juga dalam film ini, para pekerja Nyai Ontosoroh kemudian rela kehilangan nyawa mempertahankan tanah dan membela kehormatan atasannya. Mereka merasa senasib sepenanggungan. 

Meskipun harta yang melimpah dengan pertanian yang subur dan peternakan yang menghasilkan merupakan hasil kerja keras Nyai Ontosoroh dan anak buahnya, semuanya kemudian dianggap milik kolonial Belanda. 

Nyai dan anak buahnya hanya warga kesekian, yang ibarat manusia tanpa  hak memiliki kekayaan dan memertahankannya. Padahal hak manusia untuk mendapatkan kesetaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun