Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Pelajaran dari Acara "Persidangan" Livi Zheng

4 September 2019   14:58 Diperbarui: 5 September 2019   00:56 18182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Livi Zheng yang pemberitaannya kontroversial terkait karya dan kredibilitasnya | Sumber: Kompas

Livi Zheng mendapat panggung nasional akhir-akhir ini karena kontroversi karyanya yang disebut-sebut masuk Oscar. Salah satu akun di Geotimes menyebutkan daftar kejanggalan terkait dengan pemberitaan Livi dan karyanya, disusul dengan penelusuran yang dilakukan oleh Tirto. Kabar ini kemudian dikonfirmasikan ke Livi lewat acara Q n A Belaga "Hollywood" yang disiarkan oleh Metro TV pada Minggu, 1 September lalu. Ada sejumlah pelajaran yang bisa didapat dari 'persidangan' tersebut.

Aku mengetahui dan melihat langsung sosok Livi Zheng, ketika komunitas film Kompasiana, KOMiK, mengadakan nobar dan ngobrol langsung bersama sutradara kelahiran asal Jawa Timur itu, pada tanggal 21 November 2015 di Epicentrum, Jakarta.

Saat itu ia tengah mempromosikan filmnya "Brush with Danger' yang disebutnya masuk Oscar.

Waktu itu ada rasa penasaran seperti apa sih film Indonesia yang bisa masuk Oscar. Ekspektasiku sudah tinggi. Harapanku menonton film sekelas "Sang Penari" atau "Daun di Atas Bantal", film-film yang mewakili Indonesia di kategori 'best foreign' di Oscar, namun masih gagal menembus masuk nominasi.

Tapi ternyata film Livi jauh di bawah ekspektasiku, dan membuatku bertanya-tanya, mungkin referensi filmku masih kurang sehingga kurang bisa mengapresiasi film yang disebut lolos Oscar.

Ketika Livi mempromosikan lagi filmnya, "Bali" Beats of Paradise", aku juga lagi-lagi penasaran. Karena lagi-lagi ia 'berjualan' Oscar.

Tapi melihat trailer dan kemudian menyaksikan video klip "Queen of The Hill" yang masuk dalam film tersebut, aku jadi ragu, karena menurutku masih banyak video musik penyanyi Indonesia yang lebih bagus.

Setelah membaca artikel di Geotimes, hal-hal yang membuatku bertanya-tanya tentang karya Livi Zheng terjawab. Artikel tersebut menyuarakan hal-hal yang membuatku skeptis. Tapi memang kurang lengkap jika belum dikonfirmasi sendiri oleh Livi Zheng.

Acara Q and A Belaga "Hollywood" kemudian berupaya menjawab teka-teki tersebut. Livi Zheng dihadapkan langsung dengan sejumlah sosok terkait dengan perfilman.

Acara ini kemudian dipromosikan di sejumlah komunitas perfilman. Alhasil aku dan kawan-kawan lainnya kompak langsung duduk manis di depan TV pada Minggu malam tersebut. Kami ingin tahu dari mulut Livi sendiri, tentang pengakuan karya-karyanya yang dianggap masuk Oscar.

Acara Q n A Belaga Hollywood yang menarik banyak perhatian | Sumber: Q&A Metro TV
Acara Q n A Belaga Hollywood yang menarik banyak perhatian | Sumber: Q&A Metro TV
Hal-hal Menarik Selama "Persidangan" Livi Zheng

Dalam acara tanya jawab yang dipandu Andini Effendy ini, Livi Zheng dihadapkan pada sineas dan pengamat film. Mereka adalah Joko Anwar, sutradara yang beken lewat "Pintu Terlarang","Kala", "A Copy of My Mind", "Pengabdi Setan", dan "Gundala"; John de Rantau yang baru merilis film "Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi"; Andi Bachtiar Yusuf yang namanya menjulang lewat "Love for Sale"; Nadine Alexandra, bintang "Filosofi Kopi 2"; Adrian Jonathan pengamat film dan Pimred Cinema Poetica; dan Maman Suherman yang seorang wartawan dan penulis.

 Seperti "Sidang Skripsi"

Ketika melihat jalannya acara tersebut awal-awal aku merasa kasihan. Livi seperti tengah 'disidang'. Tapi bukan jenis perundungan, melainkan seperti 'sidang skripsi' bersama para dosen penguji. Livi seperti 'mahasiswi', yang karyanya sedang dibedah oleh para 'dosen penguji'.

Ada yang berperan sebagai dosen yang mengritik tapi sekaligus memberikan saran, yaitu Joko Anwar. Ada juga yang menjadi dosen 'killer' yang diperankan oleh John de Rantau.

Para penguji ini meneliti, bertanya, mengkonfirmasi, dan melakukan diskusi. Sedangkan Livi memberikan dan memertahankan argumentasinya.

Rasa prihatin kepada Livi kemudian menjadi berubah ketika melihat Livi yang ngotot dalam berargumentasi dan terkesan 'merendahkan' para panelis di depannya.

Beberapa panelis wajahnya mulai nampak berubah ketika Livi menganggap tidak ada sineas Asia Tenggara sebelumnya yang berhasil masuk Hollywood, diulas oleh media Amerika, dan filmnya diputar di studio Disney. 

Aku bertanya-tanya mengapa Livi seperti itu, mungkin Livi tidak kenal dengan orang-orang besar di depannya tersebut.

Ia mungkin tak tahu jika film John de Rantau "Denias Senandung di Atas Awan" pernah didaftarkan di kategori 'best foreign' di Oscar.

Ia juga tak ngeh jika film Joko Anwar "A Copy of My Mind" dan "Gundala" masuk dalam salah satu festival film bergengsi dunia, "Toronto International Film Festival".

Banyak Mendapat Ilmu tentang Perfilman

Melihat tontonan di Metro TV tersebut aku dan sejumlah penonton mendapatkan ilmu yang bermanfaat tentang dunia perfilman.

Dari tayangna itu aku diberikan pemahaman dengan detail oleh Joko Anwar perbedaan antara karya yang lolos nominasi Oscar dan karya yang baru didaftarkan ke Oscar.

Cara lolos administrasi Oscar ternyata tidak sulit, seperti persyaratan administrasi masuk Festival Film Indonesia, hanya tayang filmnya tentu di Amerika.

Pun dengan menayangkan film di bioskop di Amerika juga tidak sesulit yang kubayangkan, biayanya juga tidak begitu mahal.

Selain masuk nominasi Oscar, juga ada berbagai festival film dunia yang bergengsi. Di antaranya Festival Film Cannes, Sundance Film Festival, dan Toronto International Film Festival. Sehingga lolos nominasi ajang Academy Award atau Golden Globes tidak selalu menjadi tujuan utama sineas.

Selain itu, film yang diputar di studio Disney bisa siapa saja. Studio ini bisa digunakan sebagai tempat nobar dan bisa disewa.

Kepercayaan Diri itu Perlu

Harus diakui kepercayaan diri Livi Zheng begitu tinggi. Kepercayaan diri Livi ini dipuji oleh John de Rantau. Meskipun jawaban-jawaban Livi bisa dipatahkan dengan mudah oleh para panelis, tapi ia tetap ngotot. Ia tetap memertahankan argumentasinya jika ia diundang oleh panitia Oscar dan bukan mendaftar.

Ia juga bersikeras filmnya bersaing dengan "Avengers", meskipun dibantah oleh Joko Anwar kedua film itu kategorinya berbeda. "Beats with Paradise" adalah film dokumenter, sedangkan "Avengers:End Game" adalah fiksi yang masuk kategori 'best picture'.

Livi itu Sutradara atau Aktris?

Hal ini menjadi pertanyaan sejumlah panelis karena ia juga berperan di tiap filmnya. Dalam "Brush with Danger" ia menjadi tokoh utama bersama adiknya. Aktingnya kaku di film tersebut.

Dalam film dokumenter "Bali: Beats with Paradise" ia juga muncul. Sesuatu yang kurang lazim di sebuah film dokumenter, meski ada juga sutradara yang melakukannya.

Demikian pula dalam "Vibrant Jakarta", sebuah video pariwisata Jakarta dan kemudian rencana proyeknya bersama Balai Pustaka yaitu sebuah film tentang Padang, berjudul "Sabai Nan Aluih", ia juga muncul sebagai pemeran di dalam film tersebut.

Ada Banyak Cara Menjadi Terkenal

Berdasarkan kasus Livi ini maka rupanya ada berbagai cara seseorang bisa mudah dikenal. Ada yang berkat karyanya, ada pula karena di-endorse oleh para pejabat dan para media dengan menggunakan nama besar Oscar dan Hollywood.

Awalnya tidak ada siapapun yang tahu siapa Livi, tapi karena ia banyak diberitakan dan kemudian para pejabat mengadakan nonton bareng, bahkan melakukan kerja sama untuk membuat video pariwisata di daerahnya, maka namanya pun melambung pesat.

Kenapa Livi Bisa Mudah Terkenal?

Dari acara ini penonton bisa mengetahui bahwa masyarakat Indonesia masih mudah 'tersihir' dengan kata karya anak bangsa, menembus Oscar, go international, dan menembus Hollywood. Ada rasa nasionalisme yang besar di masyarakat sehingga mereka merasa bangga, kadang-kadang berlebihan, terhadap orang Indonesia yang berhasil berjaya di luar negeri hingga tingkat dunia. Rasa rendah diri juga masih tertanam di sebagian masyarakat, sehingga menganggap hal-hal di luar jauh lebih bagus daripada di tanah air.

Livi Tidak Salah 100 Persen

Aku setuju dengan para panelis dan sejumlah pemberitaan yang memertanyakan kredibilitas Livi. Ini bukan berarti para sutradara 'iri'kepada Livi, namun tujuan utamanya adalah meluruskan pemberitaan yang kabur dan salah. Hal ini seolah-olah sepele, tapi jika dibiarkan akan merusak ekosistem perfilman Indonesia dan mengurangi kredibilitas media di tanah air.

Livi Zheng tidak salah seratus persen. Faktor 'misleading' ini juga karena andil media nasional selama ini yang mentah-mentah menerima informasi sepihak tanpa ada rasa skeptis, mencari tahu kebenaran informasi narasumber.

Ada banyak informasi ykabur yang dibiarkan, seperti masuk Oscar yang konotasinya adalah masuk nominasi Oscar, bukan terdaftar seleksi Oscar.

Dalam artikel Geotimes yang banyak dikritik oleh penulisnya adalah pemberitaan media selama ini, kenapa banyak informasi yang siar-siur asal-usul Livi, karya film sebelum "Brush with Danger" dan sebagainya.

Acara dan artikel tentang Livi, termasuk artikel ini, bertujuan menjadi titik bagi Livi untuk bangkit. Agar ucapan salah satu panelis, omongannya lebih besar dari karyanya, itu kemudian hari bisa berbalik. Livi suatu hari bisa menunjukkan karyanya yang benar-benar berkualitas dan siapa tahu bisa benar-benar masuk nominasi Oscar atau lolos pemutaran ajang festival film bergengsi tingkat dunia.

Aku suka dengan komentar dan penutup acara yang disampaikan oleh Pak Maman. Baginya di era post-truth ini kebenaran seolah-olah datang dari sisi yang banyak berbicara. Ia berkeyakinan seharusnya jurnalis tahu membedakan katanya dan nyatanya, bisa membedakan oponi dan fakta yang sakral.

Yang tak kalah penting yaitu verifikasi dan semangat skeptis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun