Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Beragam Gagasan untuk Tangkal Konten Negatif di Ranah Digital

2 Agustus 2018   10:26 Diperbarui: 2 Agustus 2018   10:36 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Payung berwarna-warni seperti warna-warni keragaman di Indonesia (dok. Pixabay)

Wajahnya nampak mengeras dan tatapannya nampak geram ketika membaca sesuatu yang ada di layar ponselnya. Tak menunggu pertanyaanku, ia berkata jika ia merasa kesal dengan komentar-komentar netizen yang menyangkutkan berbagai hal dengan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Responnya sama dengan yang kurasakan, konten negatif itu menyedot energi positif, juga berhasil membuat kesal dan marah bagi pembacanya. Sejauh ini aku mencoba mengabaikannya, tapi bagaimana dengan mereka yang sulit menghindarinya dan terpapar konten negatif itu setiap harinya?

Konten-konten negatif itu merebak seperti ilalang yang tumbuh subur saat musim penghujan. Ia seolah-olah hadir sebagai sebuah opini dan suara, baik perorangan maupun perwakilan. Namun, jika diperhatikan dengan seksama, banjirnya konten negatif itu seolah-olah punya misi tertentu, sebuah niatan yang tidak benar, yang bisa memicu keresahan dan kecurigaan di  masyarakat.

Konten-konten negatif tersebut merebak pesat dengan memanfaatkan celah dan peluang yang ada dalam meningkatnya penetrasi internet di Indonesia. Dengan kemudahan mendapatkan ponsel pintar dan akses internet yang semakin cepat, maka semakin banyak yang terhubung dengan media sosial dan situs berita.

Kepemilikan ponsel pintar tersebut sayangnya kurang dibarengi dengan sikap dan perilaku pemiliknya yang bijak. Banyak yang merasa bebas dan tenang berpendapat dengan sekenanya, berbahasa kasar mengabaikan kesopanan bahkan melontarkan ujaran kebencian di ranah media sosial. 

Dengan akun anonim mereka merasa aman dan berbicara dengan mesin, padahal ujaran kebencian itu menggema di dinding-dinding internet, bahkan kemudian memantul dan menggelinding semakin liar ke segala arah.

Sama halnya dengan ujaran kebencian, hoax juga terus bermunculan. Kurangnya kesadaran menyaring informasi di kalangan masyarakat juga membuat hoax tetap berjaya. Hoax tersebut menyebarkan kecemasan, kecurigaan, dan pertentangan.

Apa beda hoax dan ujaran kebencian? Hoax lebih merujuk ke informasi yang direkayasa sehingga seolah-olah benar. Ada juga yang menyebutnya fake news. Hoax diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 28 ayat 1, "Setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan...."

Hoax merupakan informasi atau berita yang direkayasa sehingga seolah-olah benar (dok. Pixabay)
Hoax merupakan informasi atau berita yang direkayasa sehingga seolah-olah benar (dok. Pixabay)
Sedangkan ujaran kebencian atau hate speech merupakan lontaran yang bertujuan menghasut dan menyulut kebencian kepada individu dan komunitas berdasarkan SARA. Ujaran kebencian ini termasuk tindakan pidana dan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pasal 310 tentang pencemaran nama baik dan pasal 311 berkaitan dengan perbuatan tidak menyenangkan. Selain itu ujaran kebencian juga masuk ranah UU ITE pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian.

Keduanya, hoax dan hate speech, sama-sama merupakan konten negatif, informasi yang bertujuan menyebarkan perasaan negatif bagi pembacanya. Menurutku hoax dan ujaran kebencian itu semacam teror psikologi dan mental, dimana mereka tidak menyerang lewat senjata fisik, melainkan kata-kata.

Mereka memprovokasi pembaca konten negatif itu untuk saling berselisih dengan sesamanya. Ketika kemudian para pembacanya terpengaruh, mereka bisa jadi tertawa puas karena tujuannya terlaksana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun