Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pria Hujanku

2 Agustus 2018   00:00 Diperbarui: 2 Agustus 2018   00:07 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempuan di tengah hujan (dok. Pixabay)

Jam terasa bergulir cepat. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Aku harus bergegas pulang.

Tugasku kuliah belum selesai. Namun, aku enggan untuk bermalam di lab. Aku ingin beristirahat di kosan dan menyelesaikannya keesokan hari. Aku pernah bermalam di lab dan tidak kuat dengan dinginnya AC. Alhasil aku malah masuk angin setelahnya.

Rupanya hari ini aku kurang beruntung. Gerimis malam hadir, sementara aku lupa membawa payung. Ah sudahlah lebih baik aku bergegas, toh aku masih mengenakan jaket.

Aku lagi-lagi kurang beruntung. Malam telah sepi, banyak yang lebih memilih menghangatkan badan di kediaman. Angkutan umum yang biasa membawaku pulang juga tak kelihatan. Sudah pukul sembilan lewat mungkin sudah sepi penumpangnya, hiburku.

Masih ada kesempatan untuk menumpang angkutan umum lainnya. Tapi aku harus berjalan cukup jauh, ratusan meter ke depan. 

Hujan rintik itu semakin deras. Malam yang juga terasa senyap karena hanya sedikit orang-orang yang kutemui berlalu lalang. Aku mengetatkan jaketku dan melindungi isi tasku. Jangan sampai hasil kerjaku basah dan tak bisa kulanjutkan.

Saat hujan gerimis dan sepi, perasaanku jadi melankolis. Aku merasa sendiri. Tak ada yang peduli dengan aku, gadis yang berjalan sendiri di tengah malam sepi gerimis. 

Aku bertanya-tanya dalam hati bagaimana jika angkutan umum yang kutuju itu juga sudah tak lagi mengangkut penumpang? Coba aku melompat sepuluh tahun ke depan saat era angkutan daring sudah menyesaki jalanan. Tapi aku masih terjebak di era silam saat orang-orang harus sabar menunggu angkutan tiba tanpa kejelasan waktu kapan ia tiba.

Masih separuh perjalanan. Aku mulai kedinginan oleh angin malam. 

Saat-saat ini aku merasa ingin menangis. Aku merasa begitu sepi.

Coba jika aku tak merantau memaksa berkuliah di luar kota, aku akan hangat di rumah dan makan kenyang. Saat ini aku belum makan sejak makan siang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun