Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Hujan dan Seruput Kopi di Kultur Jaringan

16 Oktober 2017   20:04 Diperbarui: 16 Oktober 2017   20:06 2273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah kedai kopi yang menarik perhatianku (Dokumentasi Pribadi)

Hujan mengguyur tiada hentinya sejak siang. Batik warna-warniku relatif kering, namun celanaku sebagian basah karena jas hujan pinjaman abang ojek hanya atasan. Basah dan dingin aku menginginkan sesuatu yang hangat. Aku pun menepi di sebuah kedai kopi mungil. Rasanya kopi hangat dari kedai bernama Kultur Jaringan Kopi itu bakal nikmat dan hangat sambil menunggu hujan reda.

Kedai kopi itu mengusikku, menarik perhatianku sejak beberapa minggu lalu. Bukan karena tempatnya yang mewah atau terkenal, atau menunya yang beragam. Melainkan, desain eksteriornya yang kurang sesuai dengan sekelilingnya.

Ia nampak mencolok di antara deretan bengkel dan toko sepanjang jalan Kalisari Raya Jaktim, bak sebuah kedai di sebuah kisah fantasi. Ada pintu, jendela dan dinding bata merah. Yang membuat aku yakin itu kedai kopi adalah papan nama yang menunjukkan nama kedai, juga papan seperti papan tulis yang menunjukkan menu dan jadwal mereka buka.

Saat itu hujan dan aku pulang lebih awal setelah rapat. Kemarin, hari Minggu, aku ingin ke sini, mencoba menikmati pagi atau sore di hari Minggu dengan bersantai di kedai, sayangnya hari Minggu mereka libur. Akhirnya mumpung ada waktu, aku pun berhujan-hujan ke sini.

Kedai kopi bernama Kultur Jaringan itu benar-benar mungil. Hanya ada sebuah meja dan dua kursi tinggi dan dua bangku panjang. Aku memilih bangku panjang dimana aku bisa melihat hujan dari jendela. Kedai mungil, aku membayangkan petugas atau baristanya seorang kurcaci. Aku salah. Seorang perempuan muda menanyakan jenis minuman atau kudapan yang ingin kupesan. Aku bingung. Aku menuju meja kasir yang sekaligus etalase berbagai jenis minuman dan peralatannya untuk melihat daftar menunya. Aku ingin sesuatu yang hangat. Pilihannya hanya kopi hitam dan kopi susu untuk yang hangat. Aku pun memilih kopi susu hangat ukuran reguler. Harganya Rp 16.500,-.

Hanya ada sebuah meja di sini (Dokumentasi Pribadi)
Hanya ada sebuah meja di sini (Dokumentasi Pribadi)
Kopi susu terhidang. Aku menambahkan sedikit gula cokelat dan kuaduk. Ukuran wadahnya lebih besar daripada yang biasa disajikan di kedai kopi. Sayangnya wadahnya dari karton tebal, agak mengurangi estetika. Gelas karton lebih pas untuk kopi yang dibungkus.

Kopi susu ala Kultur Jaringan (Dokumentasi Pribadi)
Kopi susu ala Kultur Jaringan (Dokumentasi Pribadi)
Kuaduk dan kuhirup perlahan. Krimnya banyak dan lembut. Busanya menempel di atas bibirku. Sambil menyeruput aku melamun memandang jendela. Hujan mulai mereda menjadi gerimis, nampak syahdu.

Kedai ini mungil dan nyaman. Aku merasa hangat. Hujan, tidak ada tamu selain aku. Aku pun leluasa memperhatikan seisi ruanganku.

Kedainya mungil (Dokumentasi Pribadi)
Kedainya mungil (Dokumentasi Pribadi)
Ruangan didominasi bahan kayu dan berwarna cokelat sehingga nampak natural. Di bagian depan, sebelah kasir ada rak dengan beragam jenis kopi arabica dan robusta dari berbagai daerah.

Aneka jenis kopi lokal (Dokumentasi Pribadi)
Aneka jenis kopi lokal (Dokumentasi Pribadi)
Si barista yang ternyata juga si pemilik kedai menyapaku. Ia mengenalkan dirinya dengan nama Jethro. Kami kemudian asyik mengobrol. Ia bercerita jika kedai ini baru berusia tiga bulan. Awalnya ia berjualan kopi dari berbagai daerah, dari kopi Gayo, Flores hingga kopi Papua, baik berupa bijih maupun yang sudah digiling.

Kalian juga bisa membeli bijih atau bubuk kopi di sini (Dokumentasi Pribadi)
Kalian juga bisa membeli bijih atau bubuk kopi di sini (Dokumentasi Pribadi)
Ia jatuh cinta dengan kopi sudah lama, tapi baru memberanikan diri terjun ke bisnis kopi setahun terakhir. Ia percaya setiap kopi itu punya karakter masing-masing, oleh karenanya ia senang bereksplorasi dan mengenalkan kopi dari berbagai daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun