Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[Fiksi Horor dan Misteri] Lukisan-Lukisan Hidup

23 September 2016   15:43 Diperbarui: 23 September 2016   16:35 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banner Horor dari Fiksiana

Entah berapa lama aku berpura-pura memejamkan mata. Aku mendengar suara Ibu dan kakak perempuanku. Keduanya sepertinya sudah bangun. Aku merasa lega dan kemudian berpura-pura bangun. Aku duduk di atas kasur itu sambil mencari jam dinding.

Uuppsss pandanganku kembali tertuju ke lukisan itu. Astaga mata itu, mata kedua sapi dan pria itu bergeser. Dan lagi-lagi mengarah langsung ke mataku. Pandangan mereka seolah menyelidik, mungkin bertanya-tanya siapa aku dan keluargaku.

Aku masih menggigil ketakutan tapi aku malu bercerita ke ibu. Mungkin ibu akan berkata itu hanya khayalanku.

Aku beranjak dari kamar. Lalu aku melihat kakak laki-lakiku nampak memandangi lukisan itu. Kakakku hanya berjarak dua tahun dari aku. Ia suka sekali berbuat iseng dan aku bertanya-tanya jangan-jangan ia yang menakut-nakuti dengan lukisan itu. Aku sendiri tidak ingat apakah kakak laki-lakiku itu ikut tidur bersama kami.

Ia berjingkat dan kemudian posisinya berada di sudut bagian bawah lukisan tersebut. Mulutnya terbuka, ia nampak terkejut. Lalu kemudian ia bergeser ke tengah dan lagi-lagi nampak terheran-heran. Ia lalu berlari menjauh dari lorong tersebut menuju halaman depan.

"Mas...tunggu!" Aku berlari di belakangnya. Aku ingin tahu apa yang ia lihat.

Kakakku berhenti dan berbalik menghadapku. Wajahnya sudah berubah menjadi ceria dan jahil seperti biasanya. Aku jadi ragu untuk bertanya.

Ia mengajakku berkeliling rumah. Rumah ini cukup besar dan tua. Aku merasa tidak enak. Kami kemudian menuju kebun belakang. Sunyi dan rasanya begitu hening. Lalu aku melihat rumah yang posisinya tak jauh dari rumah besar ini. Ada sumur di dekat rumah tersebut lalu aku melihat ada seorang kakek duduk di atas kursi goyang. Siapa kakek itu? Aku kembali merasa berdebar lalu menggandeng kakakku. Kakakku nampak keheranan dan menggodaku. Tapi aku ngotot untuk mengajaknya masuk rumah.

Lagi-lagi mas Febri asyik memandangi lukisan itu. Aku tidak suka lukisan itu, aku juga benci dengan rumah ini. Aku ingin segera pulang.

Aku bernafas lega ketika ayahku akhirnya mengajak kami bersiap. Ibu menyeka wajahku agar segar. Dan kakak laki-lakiku masih asyik berdiri di lorong memandangi lukisan karapan sapi tersebut.

Ketika kami masuk jeep, aku masih sempat memandang rumah tersebut dan rumah di sebelahnya. Kakek di kursi goyang itu masih ada. Wajahnya tak terlihat jelas. Aku baru hendak bertanya ke Ibu siapa kakek tersebut tapi kakek itu sudah menghilang hanya kursi goyangnya masih berayun-ayun lemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun