Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Elpiji 12 Kg Naik: Konsumen Tetap Setia vs Lirik Berbagai Alternatif

21 September 2014   05:16 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:04 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_360439" align="aligncenter" width="144" caption="Elpiji Nonsubsidi (sumber: materi Pertamina)"][/caption]

Setelah sempat terjadi tarik ulur tentang harga dan momen untuk kenaikan harga elpiji nonsubsidi, akhirnya elpiji nonsubsidi atau elpiji 12 kg resmi memiliki harga baru pada awal September lalu. Berita ini disikapi secara sinis oleh mereka yang kontra terhadap kenaikan elpiji, namun tidak sedikit pula yang menyikapi dengan bijak. Di antara dua kelompok ini, ada yang memilih menyikapinya dengan melirik berbagai alternatif.

Di tempat kami tinggal, sejak isyu tersebut digelontorkan oleh pemerintah, sudah terbentuk di persepsi di kalangan ibu-ibu rumah tangga jika harga pasti naik. Hanya tinggal menunggu gongnya dipukul. Sebagian dari mereka sudah berencana untuk beralih ke elpiji melon atau elpiji subsidi jika kenaikannya signifikan. Ada juga yang tertarik untuk berganti dengan merk lain yang tersedia di pasaran. Jika satu di antara sepuluh ibu rumah tangga yang awalnya menggunakan elpiji nonsubsidi memiliki ide seperti di atas, maka dalam 3-6 bulan ke depan bisa saja terjadi peralihan produk dari elpiji nonsubsidi 12 kg ke elpiji melon yang cukup lumayan. Dan peralihan konsumen ini bisa terus terjadi jika Pertamina tidak meningkatkan kualitas layanannya sebagai kompensasi terjadinya kenaikan harga.

Setelah kenaikan harga tersebut resmi diberlakukan, harga elpiji di tiap agen bisa berbeda. Ada yang naik menjadi Rp 1,5-2rb/kg atau 18-24 ribu seperti yang diberlakukan oleh Pertamina. Ada juga yang naik di atas Rp25 ribu.

Melihat kenaikannya yang cukup signifikan, sebagian masyarakat di lingkungan kami yang ekonominya pas-pasan pun berganti ke elpiji melon meskipun mereka mengaku agak repot karena harus sering beli. Tapi dari segi nominal, berganti ke elpiji subsidi jauh lebih irit. Jika dihitung-hitung harga elpiji saat ini dengan elpiji melon memang perbedaannya signifikan.

Katakanlah harga elpiji melon Rp20-21 ribu sedangkan elpiji 12kg sekitar Rp118-130 ribu dari pengecer maka jika disetarakan selisihnya bisa Rp 38-46ribu. Elpiji melon ini bagi keluarga yang frekuensinya memasaknya sehari 1-2 kali maka bisa bertahan dua minggu atau lebih. Jadi sebulan bisa mengkonsumsi dua elpiji subsidi atau Rp40-42 ribu sedangkan jika menggunakan elpiji 12 kg per bulannya mencapai Rp59-65ribu.

Jika dilihat kasat mata, perbedaan biayanya tidak besar, hanya berkisar 19-23 ribu/bulannya. Apa sih yang bisa didapatkan dengan nilai Rp19-23 ribu saat ini? Nilai sebesar itu hanya sebanding dengan beras kualitas sedang sebanyak dua kilogram atau terigu sebesar dua kilogram. Sehingga bagi mereka yang pro terhadap kenaikan harga ini, setuju bila Pertamina menyindir bagi mereka yang beralih ke elpiji melon karena mampu berganti-ganti gadget namun seolah sangat sengsara ketika menambah biaya hidup Rp19-23 ribu.

[caption id="attachment_360442" align="aligncenter" width="300" caption="Perilaku yang Perlu Dikritisi (sumber: materi Pertamina)"]

14112257981670276385
14112257981670276385
[/caption]

Pertamina berdalih elpiji 12 kg diperuntukkan untuk masyarakat menengah ke atas, dimana konsumsinya saat ini hanya 17% dibandingkan keseluruhan pengguna elpiji. Benarkah para kalangan menengah ke atas itu merasakan dampak kenaikan harga elpiji nonsubsidi atau menanggapinya secara berlebihan?

[caption id="attachment_360443" align="aligncenter" width="300" caption="Persentasi Konsumen Elpiji Pertamina (sumber: materi Pertamina)"]

14112259161105398634
14112259161105398634
[/caption]

Pernyataan itu bisa benar atau tidak bergantung pada situasi dan kondisinya. Tahun 2014 diwarnai oleh kenaikan tarif listrik yang sudah terjadi pada bulan Juli dan September serta bulan November nantinya; kenaikan tarif PBB rata-rata yang mencapai 130% dan isyu kenaikan BBM. Masyarakat sudah dibebani kenaikan berbagai hal. Dan sebagian besar dari kenaikan tersebutberalasan dipicu untuk mengurangi nilai subsidi agar kerugian institusi tersebut bisa ditekan. Alhasil masyarakat, termasuk kalangan menengah berkeluh kesah karena akumulasi kenaikan berbagai hal tersebut cukup menaikkan biaya hidup bulanan mereka.

Ketika saya membaca slide Pertamina tentang grafik segmen elpiji 12 kg yang terdiri dari kalangan menengah ke atas, saya merenung. Berapakah pendapatan yang pantas disebut kalangan menengah? Boston Consulting Group seperti yang dilansir di halaman fiscal.co.id menyebutkan jika kalangan menengah di Indonesia memiliki rentang penghasilan Rp2,4- 6 juta. Jika demikian menurut saya, mereka masih boleh menikmati elpiji bersubsidi asalkan belanja bulanan mereka maksimal Rp1,5 juta.

Seandainya ada keluarga berpenghasilan Rp 4 juta dan masih merasa kesulitan jika mengkonsumsi elpiji 12kg dan berpindah ke elpiji melon menurut saya juga tidak bisa serta-merta disalahkan. Jangan kemudian dituduh egois atau pelit tetapi tidak mau berkorban sedikit. Saya yakin masih banyak masyarakat Indonesia yang baik dan sadar diri. Mereka yang menggunakan atau beralih ke elpiji melon bukan berarti mereka layak dicela. Selisih harga dari elpiji 12 kg ke elpiji melon bisa mereka gunakan untuk menjaga kualitas makanan bergizi untuk anak mereka dimana saat ini juga terimbas oleh kenaikan harga elpiji.

Setia Terhadap Elpiji NonSubsidi vs Mencari Alternatif

Masih banyak keluarga di Indonesia yang kemampuan belanja bulanan mereka di bawah Rp1,5 juta, namun jumlah keluarga yang memilki daya beli di atas itu juga merangkak naik. Merekalah pasar potensial untuk elpiji 12 kg. Selain keluarga dengan daya belanja bulanan Rp1,5 juta ke atas, segmen elpiji 12 kg masih terbuka lebar ke restoran dan hotel.

Sebenarnya pengguna elpiji 12 kg bukan hanya mereka yang berasal dari keluarga menengah ke atas, ada juga mereka yang ekonominya pas-pasan tapi memilih menggunakan elpiji 12kg karena lebih terjamin keamanannya.

Dengan banyaknya berita tentang tabung gas tiga kilo yang meledak, sebagian dari masyarakat kemudian beralih ke elpiji 12 kg. Saudara saya di Jawa Timur ada yang hingga saat ini tetap menggunakan elpiji melon tapi memanggil tetangga jika menggantinya dengan yang baru. Ada anggapan di masyarakat, elpiji melon murah tapi agak riskan. Saya juga melihat dengan mata kepala sendiri jika pickup yang membawa elpiji 3 kg sering melempar-lempar barangnya, tidak dipindahkan secara hati-hati.

Saya juga pernah mendengar adanya tabung 12 kg yang meledak dan ini membuat nyali saya ciut. Saya akhirnya beralih ke merk lain yang keamanannya lebih terjamin. Produk alternatif ini diberitahukan dari mulut ke mulut. Meskipun harganya selalu naik, bahkan akumulasi kenaikannnya hampir dua kali lipat dibandingkan harga 4 tahun lalu, saya tetap setia menggunakan produk tersebut. Di benak saya sudah tertanam, agak mahal sedikit tidak apa-apalah, asalkan aman dan pelayanannya pun membuat saya nyaman.

Nah, apa yang terjadi di sini rupanya masalah keamanan masih menjadi masalah krusial di kalangan pengguna elpiji. Tetapi jika tagline lebih aman disematkan ke gas 12 kg juga kurang pas karena seolah-olah mengorbankan pengguna gas 3 kg yang jauh lebih banyak.Bukti bahwa elpiji aman digunakan dan tidak ada lagi kasus tabung yang meledak akan jauh lebih ampuh untuk meredam kekurangpercayaan masyarakat akan masalah keamanan.

Selain aman, saya menggunakan merk lain karena harganya seragam. Beli di agen manapun harganya sama dan bisa diantar. Selang dan regulatornya pun rapat dan berkualitas. Cara ini bisa ditiru oleh Pertamina dengan menyeragamkan harga hingga di tingkat pengecer, juga kualitas tabung, selang, dan regulator yang lebih baik.

Jika ada masalah di tabung gas, seperti isinya yang ternyata kosong, saya bisa komplain di agen dan kontan diganti. Saya tidak tahu apakah hal ini bisa dilakukan oleh agen elpiji Pertamina, tetapi seharusnya kenyamanan dan kepuasan pelanggan adalah nomor satu. Jika ternyata di kemudian hari, isi elpiji nonsubsidi ternyata berkurang, kosong, ataupun dioplos dari elpiji 3 kg maka Pertamina seharusnya cepatctanggap.

Bagi mereka yang berniat mencari alternatif dengan biaya yang lebih murah, selain beralih ke elpiji melon juga bisa menggunakan energi alternatif seperti biogas atau berlangganan gas alam ke PGN. Biogas ini mulai banyak dikembangkan di daerah-daerah seperti lereng Gunung Panderman-Jatim, Cimahi, dan pinggiran Kota Batam. Mereka menggunakan kotoran ternak untuk dioleh menjadi gas biru yang dialirkan ke rumah-rumah warga. Selain hemat, biogas ramah lingkungan. Sedangkan untuk berlangganan gas alam dari PGN, jangkauannya saat ini masih terbatas karena perlu membangun jaringan pipa gas bumi.Dalam waktu lima tahun ke depan saya optimis biogas dan gas alam yang murah dari PGN bisa dinikmati oleh banyak kalangan.

Yang terakhir dari saya, Pertamina bisa semakin mendekatkan diri ke pelanggan elpiji baik subsidi maupun nonsubsidi dengan gencar menyosialisasikan kontan pelanggan 500-000. Sehingga, jika ada suatu daerah yang elpijinya kosong bisa segera dikirim. Begitu juga jika ada pelanggan yang komplain. Pertamina adalah BUMN yang cukup tua, sehingga tentunya jauh berpengalaman dalam menangani keluhan pelanggan dan meningkatkan pelayanan kepada pelanggan.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun