Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bonus Demografi Melahirkan Generasi Produktif Berpotensi

11 Oktober 2014   06:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:30 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_365515" align="aligncenter" width="300" caption="Piramida Penduduk Indonesia Tahun 2010 Sumber: BPS"][/caption]

Indonesia tidak hanya dianugerahi kekayaan alam yang besar, namun juga sumber daya penduduk yang potensial. Dengan jumlah penduduk mencapai 253,61 juta jiwa pada tahun 2014, Indonesia menduduki peringkat keempat penduduk terbesar, di bawah posisi Tiongkok, India, dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk ini akan terus bertambah dengan proyeksi Badan Pusat Statistik pada tahun 2035 mencapai 305,6 juta. Suatu angka yang luar biasa. Dengan potensi SDM yang sangat besar, bisa jadi mimpi Indonesia naik kelas dari negara berkembang menjadi negara maju akan terjadi pada masa-masa tersebut.

Ledakan jumlah penduduk di Indonesia memang luar biasa pada dua dekade ini. Pada sensus tahun 1980 jumlah penduduk Indonesia 147,3 juta dan kemudian pada sensus tahun 2010 angka yang disebutkan oleh Bang Rhoma Irama alias 200 juta jiwa telah terlampaui dengan 238,5juta jiwa. Hingga saat ini laju pertumbuhan penduduk Indonesia berkisar 1,38 persen.

[caption id="attachment_365516" align="aligncenter" width="300" caption="Tren Jumlah Penduduk Sumber: Data Sensus 2010"]

14129592501366646994
14129592501366646994
[/caption]


Saya sendiri melihat angka yang sangat besar yaitu 253,61 juta jiwa saat ini dan 305,6 juta jiwa pada 21 tahun mendatang, rasanya seperti tiba-tiba mendapat warisan dari milyuner tanpa disangka-sangka. Nilai kekayaan yang sangat besar itu bisa memberikan kontribusi ke lingkungan sekeliling tapi juga bisa sia-sia jika tidak dikelola dengan bijaksana.

Memang jika melihat ledakan penduduk yang signifikan pada tahun 2035 akan membuat kita saat ini merasa was-was. Namun, berbeda jika kita melihatnya dari kacamata positif dan menganggapnya sebagai bonus demografi. Ledakan penduduk itu bisa menjadi karunia besar, pasalnya jumlah usia produktif, yang memiliki rentang usia 15-64 tahun meningkat dibandingkan usia di bawah 14 tahun dan usia di atas 65 tahun. Jumlah usia produktif pada tahun 2035 diprediksi meningkat 1,4% dari tahun 2010, menjadi 67,9% atau 207,5 juta jiwa (data Bappenas - BPS dan UN Population Fund 2013).

Dengan pertambahan usia produktif ini maka beban ketergantungan (dependency ratio) akan menurun 3,2% dari 50,5% pada tahun 2010 menjadi 47,3% pada 2035. Beban ketergantungan merujuk pada persentase usia produktif menanggung usia nonproduktif. Hal ini berarti tingkat kesejahteraan penduduk akan naik dan Indonesia akan semakin makmur pada 21 tahun mendatang.

[caption id="attachment_365522" align="aligncenter" width="300" caption="Piramida Penduduk Indonesia Tahun 2035 Sumber: BPS"]

14129594261075127449
14129594261075127449
[/caption]


Demografi penduduk pada 2035 juga akan menguntungkan Indonesia dilihat dari persaingan sumber daya manusia. Dengan jumlah usia produktif yang besar dan dengan perencanaan pengelolaan SDM yang matang, maka Indonesia akan memiliki tambahan 38,85 juta generasi muda yang unggul.

Indonesia bakal tidak pusing lagi dengan kekurangan sumber daya yang unggul, bahkan bisa jadi Indonesia akan mengirimkan sebagian SDM-nya untuk menduduki pusat-pusat ekonomi strategis di mancanegara. Toh penduduk Eropa Barat dan sebagian Asia Timur semakin susut, jadi warga diaspora Indonesia akan semakin banyak mengikuti jejak India dan Tiongkok. Dengan semakin banyaknya warga diaspora maka peta kekuatan politik dunia akan berubah. Indonesia akan dilirik menjadi salah satu negara yang potensial, baik darisegi ekonomi, politik, dan budaya. Indonesia tidak akan lagi diremehkan. Bisa jadi 21 tahun mendatang perekonomian Indonesia mengalahkan Singapura, Jepang, dan negara Eropa Barat. Dan bisa jadi, bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi internasional, bersanding dengan bahasa Inggris, bahasa Perancis, bahasa Mandarin, dan bahasa Arab.

[caption id="attachment_365523" align="aligncenter" width="300" caption="Tingkat Kesuburan (Fertility Rate) Dunia Sumber: United Nation, 2013"]

14129595601715109883
14129595601715109883
[/caption]


Bila bangsa Indonesia merasa gembira dan juga was-was akan bonus demografi ini, lain halnya dengan negara-negara di Eropa Barat, Jepang, Taiwan, Hongkong, dan juga negara tetangga seperti Singapura. Sejak satu dekade lalu, semakin banyak pasangan yang enggan memiliki keturunan karena biaya hidup yang tinggi dan tekanan pekerjaan, serta tingkat kesuburan di negara-negara maju ini terus menurun, bahkan di bawah rata-rata pertumbuhan penduduk dan rata-rata tingkat kesuburan dunia. Di Singapura, sejak tahun 2012 pemerintahnya mulai kuatir akan fenomena tersebut dan memberikan iming-iming insentif yang besar agar penduduknya mau memiliki keturunan. Diperkirakan pada tahun 2030, jumlah usia produktif di Singapura hanya 2,04 juta dan akan lebih kecil pada tahun 2035.

Jika membandingkan usia produktif penduduk Singapura dan negara Eropa dengan 207,5 juta penduduk usia produktif Indonesia pada tahun 2035 maka kita bisa tersenyum. Kejayaan Indonesia telah terpampang jelas.

Eits, pekerjaan rumah pemerintah untuk meraih kejayaan tersebut tentulah besar. Tanpa kerja keras angka 207,5 juta tidak akan berarti apa-apa, malah semakin menyengsarakan bangsa. Oleh karena itu pemerintah sejak saat ini harus mulai membuat grand design untuk melahirkan generasi unggul tersebut.

Grand design ini tidak bisa dikerjakan sendiri oleh BKKBN sebagai lembaga yang mengurusi kependudukan, melainkan memerlukan kerja sama lintas intansi, mulai dari sektor energi, pangan, infrastruktur, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan juga perumahan. Oleh karena sektor-sektor tersebut yang terimbas dan bertanggung jawab akan masa depan generasi masa depan tersebut. Tanpa adanya ketahanan pangan yang baik, pengelolaan energi yang bijak, pemerataan pendidikan, perluasan lapangan pekerjaan, dan juga kontrol lahan untuk perumahan, maka bonus demografi itu bisa berubah dari rejeki menjadi tragedi.

Berdasarkan data sensus 2010, lebih dari 50% penduduk Indonesia tinggal di Jawa dengan kepadatan paling tinggi berada di provinsi DKI Jakarta yaitu 14.440 penduduk/km persegi, sementara Provinsi Papua Barat hanya 8 penduduk/km persegi. Hal ini menunjukkan pemerintah harus tanggap untuk segera memeratakan pembangunan. Pembangunan ekonomi, infrastruktur, dan lapangan kerja jangan hanya berfokus di Jawa, namun ke seluruh penjuru nusantara. Sehingga, penduduk luar Jawa lebih tertarik untuk bekerja memaksimalkan potensi daerah dibandingkan berdesak-desakan di pulau Jawa.

Selain isu pembangunan ekonomi dan infrastruktur, isyu ketahanan pangan sangatlah strategis. Jika lahan pertanian terus berubah menjadi perumahan dan pusat industri maka Indonesia bisa kelaparan dalam beberapa tahun mendatang. Lahan pertanian harus terus ditingkatkan bukannya malah direduksi. Teknologi pertanian harus terus ditingkatkan agar menghasilkan bahan pangan berkualitas. Penelitian di bidang pangan juga ditingkatkan agar masyarakat tidak hanya bergantung pada beras, tetapi bisa menggunakan sumber karbohidrat alternatif seperti singkong, dan umbi-umbian lainnya.

Selain pangan, masalah sumber daya air dan mineral juga strategis karena kebutuhan air bersih sangat diperlukan oleh tubuh dan mineral diperlukan untuk energi dan industri. Kontrol terhadap kualitas air tanah, perlindungan terhadap sumber air bersih perlu ditingkatkan, demikian juga pengelolaan mineral dilakukan secara bijak agar tidak terkuras habis dalam waktu singkat.

Isu berikutnya adalah kualitas pendidikan dan lapangan kerja. Tambahan 38 juta usia produktif bukan angka main-main. Generasi muda ini akan menjadi generasi unggul jika memiliki pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu pemerintah mulai saat ini harus berpikir keras untuk menyiapkan rancangan pendidikan yang bukan hanya tambal sulam melainkan mampu mencetak bibit-bibit unggul bangsa dan calon pemimpin bangsa. Jiwa kewirausahaan dan kreatifitas juga perlu ditambahkan ke kurikulum pendidikan agar melahirkan generasi unggulan yang kreatif dan juga mandiri.

Nah, siapkah kita menerima bonus demografi?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun