Mohon tunggu...
Dewa Gilang
Dewa Gilang Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Single Fighter!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pindah Agama, Siapa Takut?

2 Juni 2013   13:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:39 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hingga detik ini saya masih memegang keyakinan bahwa pilihan seseorang akan suatu agama, pada awalnya, bukanlah pilihan yang bebas. Dengan artian, tempat lahir, warna kulit, bahasa dan -bahkan- agama, merupakan realitas primordial yang harus diterima oleh seseorang, bukan didapat oleh hasil jerih upayanya sendiri.


Tetapi, saya juga tak mengingkari fakta bahwa, dalam perkembangannya kemudian seseorang sangat mungkin untuk berpindah agama. Faktor-faktor sosial seperti tempat tinggal, lingkungan, pergaulan, dan juga faktor penalaran kritis terhadap kitab suci bisa disebut sebagai penunjang seseorang untuk mengganti indentitas agamanya.


Dengan demikian perpindahan agama adalah keniscayan dan kewajaran bagi setiap individu. Karenanya hampir semua agama membahas mengenai perpindahan agama.


Islam, sebagai agama, juga membahas mengenai perpindahan agama, dengan istilah "riddah", dan pelakunya disebut dengan "murtad". Demikian pula dengan hukum-hukum yang berkaitan dengan para pelaku "riddah" (murtad).


Jika kita merujuk kepada Alquran al-Karim sebagai sumber primer dari Islam, maka hukuman bagi pelaku "riddah" hanya kembali kepada dua hal, yakni pahala amal baiknya dihapus, seperti yang telah dijelaskan dalam QS: Al-Baqarah: 217, dan Allah akan mengganti kaum murtad dengan kaum lain yang lebih baik seperti dapat ditemui dalam QS: Al-Maidah: 5.


Tak ada dalam Alquran ditemukan hukum spesifik bersifat duniawi, seperti hukuman mati, dalam Alquran. Hal ini disebabkan Islam sangat menjunjung tinggi asas kebebasan berkeyakinan dan keber-agama-an. Keimana dan ke-Islaman adalah masalah keyakinan hati yang bebas sesuai dengan pilihan manusia. Tak ada paksaan terhadap seseorang untuk memilih serta memeluk agama tertentu -atau bahkan tidak mempercayai eksistensi Tuhan sekalipun.


Ketiadaan hukuman bersifat fisik bagi pelau "riddah" juga ditegaskan oleh fakta historis. Di zaman Nabi Saww, Abdullah bin Jahsy murtad pasca hijrah ke Abenasia (Ethopia), dan Nabi tidak menjatuhi hukuman mati terhadapnya. Demikian pula dengan Harits bin Suwaid al-Anshari yang memutuskan pindah dari Madinah ke Mekkah-pun mengalami perlakuan yang sama, yakni tak dijatuhi hukuman mati.


Sehingga keberadaan hukuman mati bagi para pelaku murtad wajib untuk dipertanyakan dan dikritisi kembali. Meski ada yang memijakkan pendapatnya pada hadis Nabi Saww sekalipun. Karena hal itu sangat bertentangan dengan semangat ajaran Islam yang sangat menghargai kebebasan berkeyakinan.


Dengan membaca pesan-pesan Alquran yang menjamin kebebasan beragama bagi seseorang, maka saya memandang bahwa perpindahan agama bukan suatu perkara yang perlu dirisaukan dan sangat wajar terjadi. Dan saya menghargai setiap orang yang mengganti keyakinan agamanya.


Sebaliknya, saya justru tidak menaruh hormat terhadap orang-orang yang telah mengganti agamanya namun bersikap menjelek-jelekkan agamanya yang terdahulu. Bagi saya orang itu tak lebih dari seseorang yang pindah kerja, namun-setelah pindah- justru menjelek-jelekkan tempat kerjanya yang terdahulu. Bagi saya mereka adalah orang-orang yang memang telah menyimpan kedengkian jauh di lubuk hatinya.


Jadi, siapa takut pindah agama?


Gitu aja koq repot!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun