Mohon tunggu...
Dewa Gilang
Dewa Gilang Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Single Fighter!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Benarkah Gus Dur Mengganti Assalamualaikum dengan "Selamat Pagi"?

1 Januari 2013   02:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:42 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terlahir dengan nama Abdurrahman Ad-Dakhil, sosok pria yang merupakan cucu dari pendiri NU, Hasyim Asy'ari, ini memang benar-benar sesuai dengan namanya (Ad-Dakhil). Ad-Dakhil sendiri bisa berarti "sang pendobrak" atau "sang penakluk".

Sepak terjangnya mendobrak kejumudan berpikir umat muslim di Indonesia. Entah karena pemikirannya yang terlalu maju atau ucapannya sering dipelintir oleh media, wacana-wacana Gus Dur kerap menjadi perbincangan dan kehebohan di kalangan umat.

Jangankan orang luar pagar NU, orang dalam pagar-pun sering dibuat pening oleh Tingkah polah dan berbagai wacana Gus Dur. Sehingga tak terlalu berlebihan bila pengamat politik, Fachri Ali, pernah berujar bahwa Gus Dur itu bak "orang asing di tengah NU".

Salah satu wacana yang paling kontroversial, dan juga paling sering diputar ulang, entah untuk diperbincangkan secara ilmiah atau sekedar untuk memojokkan tokoh yang memiliki garis keturunan "darah biru NU" itu, ialah wacananya mengganti ucapan salam dalam Islam (Assalamualaikum) dengan "selamat pagi".

Lalu benarkah Gus Dur pernah mengucapkan wacana tersebut?. Untuk menjawabnya saya akan mengutip keterangan dari artikel Ahmad Tohari berjudul "Kulo Ndherek Gus". Ahmad Tohari sendiri adalah redaktur senior di Majalah Amanah. Majalah yang pertama kali memuat berita perihal tersebut. Berikut kutipannya:

Adalah Edy Yumaedi almarhum. Suatu siang, pada 1987, wartawan majalah Amanah itu bergegas masuk ke ruang redaksi di Jalan Kramat VI Jakarta. Dengan wajah gembira dia meminta beberapa redaktur, di antaranya saya, mendengar laporannya. Dia baru selesai mewawancarai Gus Dur. Topik wawancaranya adalah pluralitas internal umat Islam Indonesia.

Rekaman wawancara-pun diputra. Intinya Gus Dur mengatakan, kemajemukan di dalam masyarakat muslim di Indonesia sudah menjadi kenyataan sejak berabad lalu......Namun, ujar Gus Dur, kemajemukan itu harus tetap terikat di dalam ukhuwah Islamiyyah atau persaudaraan Islam.

Gus Dur tidak suka terhadap istilah Islam KTP atau Islam abangan, baginya, semua orang yang sudah bersyahadat dan berkelakuan baik, ya muslim. Mereka yang bertamu masih memberi salam dengan ucapan "kulo nuwun", "punteun" atau selamat pagi, ya muslim karena syahadatnya.

"Kalau begitu Gus, ucapan Assalamu'alaikum bisa diganti dengan selamat pagi?", tanya Edy Yumaedi.

"Ya bagaimana kalau petani atau orang-orang lugu itu bisanya bilang "kulo nuwun", punteun atau selamat pagi? Mereka kan belum terbiasa mengucapkan kalimat dalam bahasa arab kayak kamu?".

Itulah inti pendapat Gus Dur dalam wawancara dengan Edy Yumaedi. Edy mengusulkan agar wawancara itu dimuat dalam majalah Amanah edisi depan dengan penekanan bahwa Gus Dur menganjurkan mengganti Assalamu'alaikum dengan "selamat pagi". Alasannya cukup konyol. Menurut Edy, majalah Amanah yang kala itu baru berumur satu tahun, harus membuat gebrakan dalam rangka menarik perhatian pasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun