Mohon tunggu...
Dewa Gilang
Dewa Gilang Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Single Fighter!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Alasan Menolak Ahok, Dalil dan Dalih

7 Mei 2016   18:32 Diperbarui: 7 Mei 2016   18:46 1163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

   Hampir di setiap musim politik, entah itu Pilkada atau Pilpres, SARA menjadi komoditi yang paling laku untuk dijual. Tidak hanya di Indonesia, bahkan Amerika pun "gemar" menjual isu SARA. 

   Delapan tahun silam, tepatnya 2008, publik Amerika dibuat terperangah oleh beredarnya foto calon kuat Presiden AS dari partai Demokrat, Obama, sedang berpose mengenakan baju tradisional Somalia lengkap dengan sorbannya. Foto yang sebenarnya biasa saja, namun ketika beredar pada musim politik, maka menjadi luar biasa. Melalui foto itu Obama hendak digambarkan sebagai pemeluk Muslim.

   Setali tiga uang, di Indonesia pun turut latah menjual SARA. Pilpres lalu menjadi saksi demikian hebatnya SARA menerjang sosok Jokowi, dari keturunan Tionghoa hingga non Muslim. Bukti yang shahih bahwa SARA tetap laku untuk dijual bahkan menjadi jualan utama dengan mengesampingkan isu lainnya.

   Menjelang Pilkada Jakarta isu SARA kembali mencuat. Sasaran tombaknya, siapa lagi kalau bukan Ahok. Susah untuk diingkari bahwa sosok Ahok adalah sosok yang potensial untuk dijadikan "sansak hidup" bagi orang-orang bermental kerdil. Apa lagi, Ahok ialah non muslim, yang sialnya Cina pula. Walhasil segala kebijakan Ahok untuk menggusur pemukiman warga selalu dikaitkan dengan isu -maaf- Cina yang menindas Pribumi. 

   Mirisnya, isu agama turut pula bermain. Ayat-ayat dalam kitab suci turut serta dijadikan dalil. Ayat yang seharusnya suci terkotori oleh niat segelintir individu dengan menjadikannya dalih.

   Saya pribadi memilih untuk memisahkan dalil dan dalih. Bagi saya keduanya tidak sama. Karena, sedari dahulu, saya percaya bahwa Alquran dan Sunnah (karena saya muslim), layaknya "karet". Keduanya senantiasa bisa ditarik-ulur. Dicari-cari dan ditarik dalilnya demi kepentingan sesaat, demi kepentingan ideologis tertentu, demi menguatkan kelompok serta golongannya, parahnya demi kepentingan politis.

   Sebagai contoh, saya akan memberi contoh hadis yang menyatakan bahwa "apabila kalian menemukan perbedaan, maka wajib bagi kalian untuk berpegang kepada kelompok yang terbesar (mayoritas - as-sawad al-adham). Dalil ini menjadi dalih pembenaran bagi kelompok mayoritas untuk membenarkan dirinya dan kelompoknya.

   Sementara itu, bagi yang minoritas, maka hadis yang dikemukan ialah " Islam datang dengan asing, akan kembali asing, maka berbahagialah orang-orang yang terasing". Dalil itu kemudian dijadikan dalih pembenaran bagi kelompok-kelompok minoritas. 

 

   Ahok tak bisa dipungkiri adalah Cina dan non muslim pula. Dan itu adalah fakta. Mengungkap nya bukan lah SARA. Namun, menjadi SARA, ketika ketika masalah penggusuran ditarik ulur menjadi isu soal "Cina dan Pribumi", hanya karena kebetulan Gubernurnya yang menggusur berasal dari etnis Tionghoa.

   Selaku muslim, saya menyadari ada ayat Alquran yang "bernada" seakan mengharamkan kepemimpinan non muslim bagi muslim. Namun, ketika ayat itu dikemukakan dan diakui sebagai dalil, maka bagi saya, sesungguhnya ayat itu telah menjadi dalih dan bukan dalil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun