Mohon tunggu...
Dewa Gilang
Dewa Gilang Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Single Fighter!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahmadiyah dan Problem Demokrasi Indonesia

20 Mei 2013   21:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:17 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Negara menjamin hak beragama dan atau kepercayaan bagi masing-masing warga negara. Atas dasar itu, sebagian masyarakat menjalankan praktik ibadah "Ahmadiyah", yang diyakini oleh para pengikutnya sebagai ajaran Islam.

Jika kita buka UUD Pasal 29 Ayat 2, maka desakan apalagi hingga pelarangan terhadap Ahmadiyah relatif berlawanan dengan konstitusi negara kita.

Sebab, Pasal 29 Ayat 2 UUD 45 itu telah menegaskan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

Sehingga, dari sisi konstitusi, harusnya jamaah Ahmadiyah bukan hanya mendapat jaminan dan kemerdekaan dalam dan juga untuk menjalankan keyakinanannya, tapi juga perlindungan para pemeluknya sebagai konsekuensi diri mereka sebagai sama-sama anak bangsa.

Dari sisi ini pula kita melihat segala upaya untuk membubarkan Ahmadiyah, melarang jamaahnya untuk beraktifitas ibadah adalah sebagai wujud yang bertolak belakang dari konstitusi itu sendiri.

Demikian pula dengan perlakuan anarkis sebagian massa yang mempertontonkan "drama horor" kepada jamaah Ahmadiyah adalah sebagai sebuah upaya melawan konstitusi negara Indonesia.

Namun, di sisi lain kita juga tak menutup mata terhadap keberatan sebagian muslim terhadap Ahmadiyah. Selama ini, kabar yang beredar ialah bahwa Ahmadiyah mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi. Dan seperti diketahui bersama, bagi Muslim persoalan "khatam-nya" ke-Nabi-an oleh Nabi Muhammad Saww adalah sesuatu yang fundamental, hal yang tak bisa ditawar-tawar lagi.

Mereka keberatan jika Ahmadiyah, dengan mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi, lantas memakai Islam sebagai cantuman agamanya. Andai Ahmadiyah -menurut mereka- tidak memakai "embel-embel" Islam, maka apapun yang menjadi keyakinannya tidak akan diusik, karena UUD 45 menjamin setiap warga negara untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan atau kepercayaannya masing-masing.

Sampai di sini kita dapat memahami argumen pihak-pihak yang keberatan terhadap Ahmadiyah. Namun selesaikah urusan Ahmadiyah dengan "mendesaknya" sebagai non muslim?

Jawabannya tidaklah semudah itu. Sebab, selama ini, publik terkesan melakukan "gebyah uyah" terhadap Ahmadiyah. Antara Ahmadiyah Qadiyan dan Lahore sangat nyata perbedaannya dalam memandang status Mirza Ghulam Ahmad. Apakah Ahmadiyah Lahore lalu juga harus mengubah statusnya menjadi non muslim?

Kedua, di Pakistan, negeri dimana Ahmadiyah ditetapkan statusnya sebagai non muslim minoritas, terbukti gagal dalam melindungi hak-hak beribadah serta berkeyakinan jamaah Ahmadiyah. Kekerasan demi kekerasan terus saja mengalir terhadap jamaah ini. Lalu, apakah jaminan dari pemerintah terhadap jamaah Ahmadiyah bila mereka merubah statusnya menjadi non muslim?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun