Mohon tunggu...
Dewa Gilang
Dewa Gilang Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Single Fighter!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Benarkah Anda Mencintai Tuhan?, Belajarlah Cinta Kepada Laila Majnun.

27 Mei 2012   02:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:44 1879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alkisah, pada dahulu kala, ada pasangan tua renta yang tak kunjung dianugerahi anak. Mereka telah mendatangi berbagai Ulama untuk sekedar didoakan agar mereka mempunyai keturunan. Tuhan Maha Mendengar doa hambanya. Mereka akhirnya dianugerahi seorang anak laki2 yang tampan dengan rambut hitam lebat dan mata kecoklatan yang berbinar jenaka. Mereka menamai anak itu dengan Qais.

Waktu berlalu, Qais pun tumbuh dewasa menjadi pemuda yang rupawan. Orang tuannya memasukkan ia bersekolah di sekolah para bangsawan. Di sekolah itulah Qais pertama kali bertemu dengan Laila, seorang anak kepala suku nan cantik jelita. Pria mana yang sanggup menahan pesona rambutnya yang hitam legam, matanya yang berbinar hitam bak kelamnya malam. Dan Qais pun jatuh cinta kepadanya. “Love At The First Sight”. Cinta pada pandangan pertama. Demikian Qais mengalaminya.

Seiring perjalanan waktu cinta mereka semakin membara. Bagi mereka sekolah bukanlah tempat ‘tuk belajar, melainkan tempat pertemuan mereka berdua. Saat guru menerangkan pelajaran, mata mereka saling memandang. Ketika guru sibuk menuliskan pelajaran, lembaran putih buku mereka hanya terisi oleh nama mereka berdua. Seluruh dunia ini seakan hilang, lenyap. Dan yang tak binasa hanyalah cinta mereka berdua.

Akhirnya, kisah cinta mereka sampai ke telinga orang tua Laila. Mereka marah. Mereka menganggap cinta Qais terhadap Laila adalah suatu bentuk penghinaan akan derajat mereka. Mereka pisahkan Laila dari Qais. Laila-pun tak diizinkan bersekolah kembali. Dan sehari2-nya Laila hanya mengurung diri di dalam rumah.

Bagaimana dengan Qais? Mengetahui kekasihnya tiada, Qais pun mengembara di jalan2 meneriakkan nama Laila…Laila. Ia menulis beribu puisi untuk Laila dan membacanya di sepanjang perjalanan. Ketika orang lain bertanya kepadanya, Ia hanya akan menjawab 5 huruf yaitu, L.A.I.L.A. Semenjak itulah Qais dipanggil majnun (orang gila).

Majnun pun mengasingkan diri di sebuah bukit. Dari bukit itulah, majnun dapat memandangi rumah kekasihnya, Laila. Setiap hari ia duduk di dekat selokan kecil untuk mengalirkan sekum bunga yang ia petik bagi Laila. Harapannya Laila akan menemukan cintanya yang ia titipkan pada kelopak kuntum bunga. Ia berbicara kepada burung2, meminta mereka terbang jauh menyampaikan pesan cinta bagi Laila. Ketika ada angin berhembus, Ia hirup dalam2 angin itu. Karena angin itu berhembus dari perkampungan Laila. Ketika Majnun melihat anjing sakit yang datang dari arah kampung Laila, maka Ia rawat baik2 anjing itu. Pokoknya apa saja yang datang dari tempat sang kekasih, ia akan rawat baik2. Walaupun tak mengenakkan, majnun tetap berfikiran positif karena cintanya kepada Laila.

Bulan berlalu, kerinduan majnun semakin menjadi. Badannya telah kurus tak terurus. Tersiarlah kabar dari lembah bahwa Laila akan dinikahkan. Majnun menangis tersedu. Ia mengadu kepada Tuhannya: “Duhai Tuhan Sang Pemilik Cinta, mengapa atas Nama-Mu yang penuh dengan Cinta aku tak bisa menemui cintaku?”. Ia tenggelam dalam doanya. Larut berurai air mata, menetes bening demi bening. Duhai cinta!! Kita berfikir. Berhenti sejenak untuk merenung.

Kawan2-nya yang merasa simpati mencarinya. Mereka menemukan majnun tengah menggores kata Laila. Mereka terenyuh. Mereka iba. Akhirnya mereka membawa Qais ke hadapan Laila pada malam pernikahan sang gadis. Qais mengetuk pintu Laila. Alangkah terkejutnya Laila takkala mendapati sosok kurus yang berdiri tertunduk di hadapannya. Perlahan sosok itu mengangkat wajahnya. Laila mendesis tertahan, “Ya Allah Qaisa”. Saat beradu pandang dengan Laila, saat itu pulalah ajal merenggut nyawa sang pecinta, sang majnun. Qais telah mati, pergi menghadap Tuhannya. Dan kini tinggalah Laila sendiri…tanpa harapan untuk memiliki cintanya lagi.

Saudaraku....kisah di atas pertama kali diceritakan oleh sufi penyair, Hakim Nidhami. Ia menceritakan kisah di atas sebagai pelajaran bagi semua individu yang mengaku cinta kepada Tuhan. Hakim membagi dua kategori individu yang mencintai Tuhan. Satu diwakilkan oleh sosok Majnun, satunya lagi diwakilkan oleh sosok Laila. Jika Majnun memperlihatkan cintanya, dengan membacakan puisi untuk Laila di tengah-tengah keramaian, Laila sebaliknya. Laila mewakilkan sosok individu yang menyimpan rasa cintanya, memendam rasa rindunya. Tak pernah sedikit pun terlontar ucapan cinta dari bibir Laila, tetapi hatin5ya tak perlu diragukan lagi, sepenuhnya adalah milik Majnun.

Individu yang mengaku cinta kepada Tuhan, selayaknya belajar kepada Majnun. Dalam tingkah laku Majnun-lah, cinta didefinisikan dengan sangat kongkrit. Misalnya, Majnun mencintai apa saja yang datang dari tempat kekasihnya. Angin ia hirup dalam2, bahkan anjing kudis pun ia cintai, karena anjing itu datang dari tempat kekasihnya.

Seseorang yang mengaku mencintai Tuhan, tentu ia akan menerima apa saja yang datang dari Tuhan. Entah itu berupa nikmat atau musibah. Bagaimanapun bentuk musibah yang datang kepadanya, individu pecinta Tuhan, akan menerimanya dengan lapang dada. Inilah mengapa Imam Syafi'i pernah teriwayatkan menangis takkala ia tidak mendapatkan musibah. Bagi Syafi'i, musibah ialah perwujudan cinta Tuhan kepada hambanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun