Mohon tunggu...
Dewa Kurniawati
Dewa Kurniawati Mohon Tunggu... pegawai negeri -

hanya seorang tukang obat yang suka mbolang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lelaki Senja

13 Juli 2012   08:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:00 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1342186385315913273

[caption id="attachment_193925" align="aligncenter" width="480" caption="Pinjem fotonya mas arif (kampret)"][/caption]

Raya masih belum mau beranjak. Meski senja sudah hampir berlalu dan malam segera datang, dia masih ingin berlama – lama ditempat itu. Hanya di sana Raya bisa bebas menikmati senja dan memutar kembali semua kenangannya akan senja. Tempat itu memang menyisakan banyak kenangan, termasuk pertemuan terakhirnya dengan Adam.

“Mungkin ini pertemuan kita yang terakhir” ucap Adam sebulan lalu, persis sama dengan tempat yang diduduki Raya saat ini.

“Maksudnya?” tanya Raya.

“Turuti permintaan Ibumu, kamu pasti akan menemukan kebahagiaan lain meski tak bersama denganku”. Penjelasan Adam bagai palu besar yang menghantam kepalanya. Raya tak membantah ataupun mengiyakan ucapan Adam. Mereka terdiam cukup lama, hanya menatap senja yang perlahan beranjak. Raya tentu tahu benar alasan Adam mengatakan hal itu padanya, karena Raya tak juga memperoleh restu sang Ibunda atas hubungannya dengan Adam.

“Kamu terlalu muda untuknya”. Itu alasan yang diberikan Ibu saat melarang Raya berhubungan dengan Adam.

“Tapi dia lelaki baik Bu, Raya sangat nyaman saat berada bersama Adam” Raya mencoba memberi penjelasan dan berharap Ibu mau menerimanya.

“Kamu bisa menemukan lelaki yang lebih muda dari Adam, yang baik dan bisa membuatmu merasa nyaman sama seperti dia” Ibu tetap pada pendiriannya, tak ingin dibantah. Raya memang berbeda usia cukup jauh dengan Adam, 15 tahun tepatnya. Raya yang baru berusia 25 tahun merasa sangat nyaman dengan sikap dan perhatian yang diberikan Adam. Adam bisa menjadi teman diskusi yang menyenangkan, pendengar yang baik, lelaki yang lembut, tapi juga terkadang membuat Raya sebal dengan keisengannya. Sikapnya yang juga kebapakan membuat Raya seolah memiliki pelindung, setelah kepergian Ayahnya 10 tahun lalu.

Perkenalan mereka berawal di sebuah seminar yang diadakan oleh perusahaan induk tempat mereka bekerja 2 tahun lalu. Saat itu Adam yang bertugas di kantor cabang Makasar mendapat undangan untuk mengikuti seminar yang diadakan di Bandung, dan disanalah mereka bertemu. Belakangan Adam jadi semakin sering mengunjungi Bandung, dan di taman tepi danau itulah mereka biasa menghabiskan senja sembari mengobrol bersama. Tamannya yang sejuk dan asri, ditambah lagi bisa menikmati senja yang indah benar – benar mampu menghipnotis siapa saja yang berkunjung.

Mereka mulai sering berkomunikasi dan juga bertemu.

Senja, sedang apa ?” bunyi sms yang dikirim Raya suatu hari.

“Senja? Maksudnya ?” tanya Adam yang berhasil dibuat bingung.

“Hanya ingin bertanya, sedang apa ?” balas Raya sambil mengirimkan emotion senyum. Sejak saat itu Raya lebih suka memanggil Adam dengan sebutan Senja. Lelaki senja yang bisa membuat hatinya nyaman dan hangat seperti senja yang dinikmatinya ditaman tepi danau. Telepon genggam yang disimpan ditasnya tiba – tiba berbunyi dan menyadarkan Raya dari lamunannya.

“Tante sudah sadar”. Tanti yang menelpon, dia adalah sepupu Raya yang kebetulan menunggui Ibu di rumah sakit. Ibu baru saja menjalani operasi transplantasi ginjal kemarin, ada orang yang berbaik hati mau mendonorkan sebelah ginjalnya untuk Ibu. Tapi Raya sama sekali tidak tahu siapa malaikat yang telah menyelamatkan Ibunya.

“Aku ditaman, sebentar lagi sampai”. Setelah mengatakan itu, Raya segera bergegas menuju rumah sakit tempat Ibunya dirawat. Dimasa – masa sulit seperti ini, Raya sangat berharap bisa berbagi cerita dengan lelaki senjanya, tapi kenyataannya justru tak ada siapapun yang bisa meminjami telinga dan bahunya untuk Raya. Sudah sebulan ini Adam tak bisa dihubungi. Perjalanan menuju rumah sakit hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit menggunakan ojek. Ruang HCU 402, Raya mengetuk pelan pintunya kemudian masuk. Sudah ada beberapa suster, dokter yang menangani Ibu, dan Tanti.

“Dari mana sayang ?” tanya Ibu sambil memegang tangan putrinya.

“Dari taman, Bu” Raya tersenyum sembari menyeka air matanya. Raya hanya ingin melihat Ibunya bahagia, dan mungkin memang dirinya harus mampu melepaskan Adam. Hanya Ibu satu – satunya yang dia miliki.

“Tak perlu menangis, Ibu sudah jauh lebih baik sekarang”. Senyum Ibu terlihat sangat indah, dan itu juga yang membuat Raya mampu tersenyum. Raya mengangguk mantap tanpa berkata.

“Kita masih harus menunggu hasil lab Ibu, semoga semuanya bisa berjalan dengan baik” ucap dokter yang masih memegang map besar ditangannya.

“Terimakasih dok” balas Raya. Setelah mengucapkan itu, dokter dan para perawat pamit keluar, hanya menyisakan Ibu, Raya dan Tanti.

“Ibu sangat menyayangimu, kamu lah satu – satunya harta yang Ibu miliki” Ibu berusaha keras menahan air matanya, begitu pula Raya.

“Ibu hanya ingin kamu bahagia, tentu saja dengan pilihanmu sendiri, karena itu adalah pesan terakhir Ayah sebelum meninggal”. ‘Biarkan Raya bahagia dengan pilihannya’ itulah bunyi pesan terakhir Ayah. Genggaman tangan Raya semakin kuat, butiran bening perlahan kembali mengalir dari kedua matanya.

“Maaf karena Ibu sudah membuatmu bersedih dan menangis”. Ibu tak mampu menahan tangisnya lagi. Raya memeluk erat tubuh Ibu, dikecupnya lembut kedua pipi Ibu yang sudah mulai keriput.

“Seharusnya dokter merahasiakan identitas pendonor itu, tapi ibu mengancam tidak jadi dioperasi bila tidak diberitahu siapa orangnya” ucap Ibu.

“Jadi Ibu tahu siapa pendonornya?” tanya Raya yang sudah berdiri diposisinya lagi. Ibu menganggukmantap.

“Namanya Adam”. Deg, tiba – tiba saja jantung Raya berdegup dengan kencang, khawatir dan cemas bercampur dengan rasa penasarannya.

“Dia lelaki yang pernah kamu bawa kerumah, lelaki yang Ibu tolak karena usianya jauh diatasmu, sekaligus lelaki yang telah memberikan hidup baru untuk Ibu” genggaman tangan Ibu sangat kuat, tangisnya tak terbendung.

“Dia ada dikamar sebelah, kondisinya pun sudah jauh lebih baik, dia sangat pantas untukmu Raya”. Raya kembali memeluk Ibunya.

“Terimakasih Ibu” ucap Raya yang kemudian bergegas ke kamar HCU 401 tempat Adam dirawat. Lelaki itu terkejut dengan kedatangan Raya, hanya ada dirinya di ruangan itu.

“Senja, terimakasih”. Hanya itu kata yang berhasil diucapkan Raya. Meski terkadang sendu, tapi senja selalu mampu hadirkan hangat di hati Raya. Dan Raya sempurna mencintai senja dan lelaki senjanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun