Meski penjara merupakan tempat "dikurungnya" para pelaku kriminalitas, bukan berarti kita tidak bisa mengambil pelajaran darinya. Bahkan, para pejabat dan petinggi pemerintahan seharusnya lebih sering berkunjung ke rumah tahanan. Ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari tempat ini.
Selain dapat memberikan peringatan mengenai apa yang akan mereka hadapi jika melakukan korupsi, para pejabat dan petinggi pemerintahan dapat belajar mengenai bagaimana para napi mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Inilah pesan yang dapat digali dari kehidupan para napi di lapas.
Sikap gentlement seperti inilah yang hilang dan absen dari para pejabat dan petinggi negeri ini. Misalnya, ada yang ketika dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa, ia justru mendadak sakit dan mangkir dari pemeriksaan. Ada pula yang berkilah seribu bahasa untuk menyangkal perbuatannya walaupun sudah lumrah di mata publik bahwa ia memang seorang koruptor.
Oleh sebab itu, Sudirman Said menaruh rasa kagum kepada para napi yang berani menanggung konsekuensi perbuatannya. Dalam kunjungannya ke lapas kelas II B, Brebes, Sudirman Said menyampaikan rasa hormatnya kepada para napi yang bertanggungjawab atas perbuatan mereka. Sudirman Said juga tidak lupa memberikan motivasi kepada para napi.
Apa yang disampaikan Sudirman Said adalah para napi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi baik, serta untuk merengkuh kehidupan seperti orang pada umumnya. Oleh sebab itu, Sudirman Said menghimbau supaya para napi bersabar dalam menjalankan hukuman mereka, dan percaya bahwa mereka dapat menempuh hidup yang lebih baik.
Bahkan, Sudirman Said menyatakan bahwa dalam beberapa aspek para napi jauh lebih baik dari para pejabat dan petinggi negeri ini. Para pejabat dan petinggi negeri ini yang tersangka berbagai kasus penyelewenganharus mencontoh pada para napi. Sebab, para napi ini  mempertanggungjawab perbuatannya.
Para napi ini "membersihkan" diri dari perbuatan-perbuatan salah mereka, sementara para pejabat dan petinggi korup justru membiarkan diri tetap dibaluti oleh lumpur kejahatan mereka, bahkan dibawa hingga mereka menemukan liang kubur. Inilah ironisnya para pejabat dan petinggi yang mentang-mentang memiliki uang dan kekuasaan, menganggap diri dapat mempermainkan hukum dan aturan.