Mohon tunggu...
Devira Sari
Devira Sari Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Saya adalah Psikolog yang menyukai dunia tulis menulis dan Sastra. Tarot Reader. A Lifelong Learner. INFJ-A. Empath. Sagittarian.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ajarkan Anak Menyikapi Kegagalan dengan Tepat

12 Juli 2021   12:16 Diperbarui: 12 Juli 2021   12:30 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Devira Sari Pic_Failing Forward

Apa yang ada dalam pikiran Anda ketika mendengar kata "GAGAL"? 

Apa yang akan Anda lakukan ketika mengalami kegagalan? Apakah marah, pasrah dengan keadaan, merutuki diri, menyalahkan orang lain, atau bahkan terpuruk dalam kesedihan? Lalu bagaimana pandangan Anda mengenai kegagalan yang terjadi pada anak Anda? Bagaimana jika kegagalan itu terjadi berulang?

Setiap orang, baik orang dewasa maupun anak-anak pasti akan mengalami kegagalan atau membuat kesalahan. Namun, ada perbedaan respons terhadap kegagalan antara orang/anak yang menjadi sukses dengan yang tidak sukses. Yang sukses itu tidak membiarkan dirinya larut dalam kegagalan dan menjadikannya alasan untuk berhenti berupaya. Mereka terus maju dan tidak menyerah hanya karena pernah gagal. Pada akhirnya, merekalah yang berhasil mendapatkan apa yang mereka ingin capai.

Hal ini disebut sebagai Failing Forward atau gagal ke arah depan. Sama seperti saat kita tersandung dan jatuh. Apabila kita jatuh ke belakang, maka akan ada resiko terbentur tulang ekor atau kepala bagian belakang. Ini bisa sangat fatal. Kita bisa lumpuh atau cacat. Jadi, kalau terjatuh maka usahakan jatuh ke arah depan. Condongkan badan ke depan dan jatuhlah ke depan. Dengan begitu kedua tangan kita akan menahan dan membantu tubuh kita agar tidak terjerembab. Begitu pula saat mengalami kegagalan. Gagallah ke arah depan (failing forward), yaitu belajar dari kegagalan/kesalahan yang pernah dilakukan, lalu bergerak maju. Kegagalan dan kesalahan bukanlah alasan untuk kita berhenti dan menyerah (failing backward).

Sering kali sebagai orang tua, kita menjadi sangat tidak sabar dengan kemampuan anak-anak kita untuk menyelesaikan sesuatu dalam waktu tertentu. Kita mengambil alih tugas mereka, terlalu melindungi mereka dari rasa sakit, dan mencegah mereka mengalami kegagalan. Sering kali kita terjebak dalam pemikiran bahwa kegagalan itu buruk dan tidak dapat diterima. Bahkan ada juga yang meyakini bahwa tidak ada pilihan untuk gagal, bahwa kegagalan adalah akhir dari segalanya. Masalah dengan pemikiran ini adalah, jika anak kita sebegitu takutnya terhadap kegagalan, lalu bagaimana mereka bisa maju dan berhasil di masa depan? Anak hanya akan tumbuh menjadi tidak mandiri, pencemas, takut gagal, dan tidak pernah mau belajar dari kesalahan. Pola pikir seperti ini yang perlu diubah agar anak kita dapat tumbuh optimal.

Orang tua yang sukses menyadari bahwa membuat kesalahan dan melakukan kesalahan adalah hal yang sangat alami dan penting dalam belajar. Bukan hanya saat menyikap kegagalan sendiri melainkan juga saat menghadapi kegagalan yang dilakukan anak-anak mereka. Mereka tahu bahwa kegagalan dan mengambil langkah mundur hanyalah cara kita untuk belajar, melalui trial and eror. Kesediaan untuk belajar dari kegagalan dan kesalahan membantu kita mendapatkan umpan balik agar kita memperbaiki dan menyempurnakan pola asuh. Dengan begitu kita dapat terus bergerak maju. Setiap pengalaman itu sangat berharga jika kita berpikiran terbuka dan mau belajar darinya.

Anak-anak kita harus tahu rasanya gagal supaya mereka tahu rasanya berproses dan menghargai keberhasilan. Apakah itu berarti kita harus mengaturnya agar gagal? Sama sekali tidak. Sebaliknya, kita menempatkan kegagalan ke dalam kerangka kerja, untuk mengajarkan anak-anak kita agar mampu failing forward dalam hidup. Kegagalan dan melakukan kesalahan adalah bagian fundamental dari pembelajaran hidup. 

Semua itu manusiawi.

Tak apa gagal,

bangkit lagi,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun