Mohon tunggu...
Niluh Devi Nadira
Niluh Devi Nadira Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

mahasiswi universitas 17 Agustus Surabaya 1945

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Poststrukturalisme: Analisis Fenomena Toxic Masculinity Menjadi Masalah Utama Laki-Laki

8 Mei 2022   19:10 Diperbarui: 11 Mei 2022   18:41 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada hakikatnya manusia telah diciptakan dengan dua gender perempuan dan laki-laki. Di jaman dahulu perempuan slalu di anggap remeh ketika melakukan pekerjaan yang dilakukan laki-laki seperti bekerja dan belajar. Perempuan hanya disuruh melakukan pekerjaan rumah tangga. 

Namun dengan seiring berjalannya waktu pemikiran-pemikaran lebih maju kedepan yang mengubah cara berfikir masyarakat bahwasannya perempuan juga dapat melakukan pekerjaan laki-laki. 

Akan tetapi pemikiran khalayak terhadap maskulinitas laki-laki masih saja sama. Yang mana menganggap bahwa seorang laki-laki tidak boleh menangis, tidak boleh bermain dengan cewek, harus bermain bola. 

Mungkin beberapa orang menganggap hal ini sepele dan dapat diikutinya namun ada juga yang  justru ketika mengikutinya ia merasa tidak nyaman. Itulah yang dinamakan dengan Toxic Masculinity.

Fenomena toxic masculinity sempat ramai diperbincangakan pertengahan tahun 2020 dibeberapa platform media social. Toxic masculinity sendiri memiliki pengertian sebuah perilaku ataupun pemikiran sempit seseorang terhadap gender laki-laki. 

Beberapa orang memukul rata bahwa laki-laki identic dengan kekerasan, tidak memiliki emosi yang berlebihan seperti perempuan, serta sifat agresif. 

Istilah toxic masculinity artinya maskulinitas yang beracun, seseorang yang memiliki pemikiran ini memiliki kecenderungan melebih-lebihkan standart maskulinitas laki-laki. 

Dengan adanya social media di platform-platfom besar banyak khlayak yang sudah paham tentang apa itu toxic masculinity namun dapat kita lihat ternyata hingga saat ini masih banyak masyarakat yang menganut pemikiran toxic masculinity dengan menjatuhkan atau menganggap bahwa laki-laki yang ke feminiman slalu banci dan lemah. Fenomena ini dapat diatasi dalam teori postsrukturalisme.

Dengan berkembangnya jaman beberapa teori telah banyak mengubah pemikiran-pemikiran manusia terhadap sesuatu hal sehingga terus melahirkan teori-teori baru. Salah satunya teori yang muncul di era kontenporer yaitu teori postrukturalisme.  

Postsrukturalisme terdiri dari kata post, struktur dan isme artinya sebuah cara pandang yang muncul dengan ketidakpuasan atau ketidaksetujuan dengan pemikiran sebelumnya yaitu struktualisme sebab teori postsrukturalisme lahir setelah teori strukturalisme. 

Dapat disimpulkan bahwa postsrukturalisme menolak ide struktur stabil yang memiliki makna melalui pesan biner. Sedangkan pemikiran strukturalisme menganggap bahwa dunia harus dipahami melalui struktur, seperti hitam dan putih lalu baik dan buruk. Postrukturalisme sangat kritis terhadap kesatuan yang stabil antara penanda dan petanda, petanda dapat menjadi penanda dan seterusnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun