Mohon tunggu...
Grun
Grun Mohon Tunggu... Penulis - Seniman

Señorita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Apakah Saya Masih Normal?

24 April 2020   00:52 Diperbarui: 24 April 2020   00:45 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bisa karena biasa, ini kalimat yang sedang benar-benar saya renungkan.

Selama satu tahun ke belakang, bertepatan dengan semester akhir kuliah saya, saya seperti menarik diri dari bersosialisasi. Karena waktu saya lebih banyak dihabiskan di kamar, benar-benar di kamar. Ke bagian rumah yang lain saja, saya mungkin hanya dua atau tiga kali mengunjunginya dalam sehari.

Bukan tanpa sebab, saya harus secepatnya menyusun tugas akhir, yang diteruskan dengan membuat program. Dan itu bukan hal mudah.
Saya masih ingat, ketika harus menyusun latar belakang yang menghabiskan waktu satu bulan, karena materinya tidak sesuai dengan selera pembimbing penulisan saya. 

Saya hampir putus asa, karena ditambah pembimbing pemrograman saya menagih program yang sedang saya kerjakan, sedangkan program belum boleh dibuat sebelum saya sepakat dengan pembimbing penulisan saya. Hancur saya waktu itu.

Jadilah saya tidak punya waktu keluar rumah untuk sekedar bertemu teman, bahkan saya jarang buka whatsapp. Dan ini membuat saya dicap sombong, ketika saya sering lupa membalas atau membuka pesan whatsapp teman saya yang sedang berkirim pesan dengan saya. Dari situ pula, saya mulai masa bodo dengan teman saya. Kalau tidak terlalu penting, ya sudah, biarkan.

Kurang lebih lima bulan waktu yang saya habiskan hanya untuk tugas akhir saya.

Karena kebiasaan di kamar itu, saya menjadi terbiasa jarang ke luar rumah dan bersosial media. Saya hanya menonton dan tiduran saja sepanjang hari. Bahkan makan pun saya di kamar.

Mungkin juga karena tidak ada teman karena teman-teman saya sebagian besar baru menyusun tugas akhir setelah gelombang ke satu-dimana saya termasuk- melangsungkan sidang. Barulah mereka sibuk sendiri seperti saya sebelumnya.

Selama satu tahun itu saya baru sadar sekarang, bahwa saya menjadi kaku untuk sekedar bertanya kabar. Saya lupa cara berinteraksi dengan orang lain, saya merasa menjadi mudah kikuk. Bingung bagaimana cara memulai percakapan, bingung dengan pembahasan apa yang harus saya bahas, bahkan saya sering merasa bingung bagaimana saya seharusnya menjawab pesan teman saya. Saya kira, percakapan saya benar-benar tidak menarik. Membosankan.

Saya merasa iri dengan wanita-wanita di film yang saya tonton, kenapa percakapan mereka begitu lancar, kenapa ada saja hal menarik yang bisa mereka bicarakan. Meskipun, pada akhirnya saya sadar bahwa mereka punya dialog masing-masing yang tentunya tidak asal dibuat.
Saya juga bahkan berpikir untuk menikahi seseorang yang tidak banyak bicara, atau seorang cendekiawan yang hanya bicara soal pengetahuan, barangkali pengetahuan saya dapat membantu saya berinteraksi.

Saya benar-benar putus asa, ketika teman-teman saya sudah jarang berbicara panjang lebar, bahkan lama-kelamaan mereka jarang mengirimi saya pesan, hanya beberapa teman dekat saja yang masih bertahan, tidak berubah.
Pernah terpikir untuk bertanya pada psikolog, apakah saya masih normal?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun