Kedekatan gue sama ibu angkat gue itu sesuai batasan Islam, jadi kita saling segan dan sopan. Kayak kejadian malam Minggu yang tiba-tiba beliau kirim pesan whatsapp ke gue dengan berat hati katanya, yang intinya, "Apakah kamu memutuskan untuk menikah atau tidak? Ibu hanya penasaran. Kalau kamu kasih tahu ibu, setidaknya harapan ibu jelas. Berharap dapat melihat kamu menikah, atau ibu tidak mengharapkan apa-apa. Jangan dipikirkan, ibu hanya penasaran." Dan ini yang membuat gue ikut nekat biar gak penasaran.
Gue kirim pesan whatsapp ke kenalan gue, persis kayak pesan ibu angkat gue. "Apakah kamu memutuskan untuk menikah denganku? Aku hanya penasaran. Kalau kamu kasih tahu aku, setidaknya harapanku jelas. Berharap dapat menikah denganmu, atau aku tidak mengharapkan apa-apa. Jangan dipikirkan, aku hanya penasaran."
Gue bener-bener hilang akal, dan tak tahu malu hingga gak berani deket-deket handphone, haha. Sampe gue salting sendiri, malah bikin bubur telur bukan bubur beras. Dan gue dibuat repot, sampai tiba-tiba nada handphone  gue bunyi, ada yang telpon gue. Dan itu 'Dila'. Gue angkat pura-pura santai, "Iya Dil?", "Ini Nashfi? Ini ibunya Dila, kalau serius sama Dila, ke sini nak, main ke rumah Dila." "Iya bu, saya serius, hehe" anjir gue bener-bener ngompol waktu itu, "Kalau bisa, ibu gak maksa, sekalian ajak orangtua Nashfi."
Itu kejadian paling refleks di hidup gue, yang bener-bener datang dari hati yang paling dalam. Syukurnya, berbuah manis. Toh niat gue juga gak najis.