Dari pengalaman pribadi, saya pernah berada dalam sebuah hubungan pertemanan yang awalnya saya anggap tulus dan berarti. Saya menganggap orang tersebut teman dekat, bahkan seperti saudara. Tapi seiring waktu, saya mulai menyadari bahwa ada perbedaan besar antara seseorang yang benar-benar ingin berteman dan seseorang yang hanya ingin ditemani.
Kesadaran itu nggak datang tiba-tiba, tapi lewat pola sikap yang berulang dan konsisten. Setelah sekian lama temenan, saya akhirnya bisa meraba arah pertemanan kami yang fake.
Sangat jelas perbedaan teman yang datang dengan niat membangun hubungan dan mana yang sekadar pengen ditemenin aja. Berikut beberapa hal yang saya pelajari dari pengalaman itu:
1. Menghubungi Saat Butuh Saja
Saya paham bahwa pertemanan dewasa yang menghubungi karena sedang butuh sesuatu itu wajar. Tapi kalau ini berulang terus ya perlu dievaluasi lagi pertemanannya.Â
Selama berteman, saya melihat dia lebih sering mengajak ketemu ketika sedang butuh sesuatu, entah itu butuh didengar, butuh ditemani hangout, atau sekadar mengisi waktu kosong. Tapi saat saya yang mengajak atau menghubungi duluan, sebagian besar ajakan saya ditolak, bahkan sering kali tanpa eksekusi yang jelas.
Dari situ saya mulai melihat bahwa pola ini nggak adil. Teman yang niat berteman seharusnya nggak cuma hadir ketika merasa butuh, tapi juga berusaha membalas perhatian dan waktu yang diberikan. Kalau hanya salah satu pihak yang terus-menerus memberi ruang, hubungan tersebut akan terasa berat sebelah.
2. Secara Fisik Hadir, Tapi Nggak Pernah Benar-Benar Terlibat
Hal lain yang cukup jelas adalah minimnya keterlibatan emosional dalam interaksi. Saat bertemu, dia sering sibuk dengan ponsel, baru mulai ngobrol ketika saya sudah menunggu cukup lama. Meskipun akhirnya ada percakapan, tapi tidak pernah terasa dekat atau tulus, lebih seperti mengalir tanpa arah, hanya sekadar mengisi waktu.
Sementara itu, teman yang memang hadir dengan niat berteman biasanya menunjukkan perhatian dan keterlibatan sejak awal. Mereka benar-benar mendengarkan, memberi respons yang tulus, dan membuat percakapan jadi berarti.
Perbedaan ini mungkin terlihat sepele. Tapi dari sini kita bisa tahu siapa yang menghargai kehadiran kita, dan siapa yang hanya butuh keberadaan kita.