Dalam hidup, saya sering dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit yang tak bisa dijalani sekaligus. Salah satu momen paling membekas adalah ketika saya harus memilih antara menginvestasikan uang untuk kuliah atau memasang behel. Keduanya penting bagi saya. Pendidikan untuk masa depan, dan behel untuk rasa percaya diri yang selama ini hilang karena kondisi gigi saya yang overbite.
Akhirnya, saya memilih kuliah dulu. Meski keputusan ini membuat saya insecure sepanjang masa kuliah karena belum bisa merapikan gigi yang sangat mengganggu penampilan. Saya percaya bahwa pendidikan adalah fondasi yang harus saya prioritaskan. Setelah lulus dan mulai bekerja, barulah saya bisa mewujudkan keinginan lama untuk memakai behel.
1. Tidak Semua Bisa Dicapai Sekaligus
Saya belajar bahwa dalam hidup, kita tidak bisa punya semuanya dalam satu waktu. Saya sangat ingin memperbaiki penampilan agar tidak terus-terusan merasa minder saat berbicara atau bertemu orang baru.
Tapi saya juga sadar, dana yang saya miliki saat itu sangat terbatas, dan saya harus memutuskan mana yang lebih penting untuk jangka panjang. Saya memilih kuliah, dan itu artinya saya harus rela menunda keinginan memperbaiki penampilan dulu.
2. Ada Harga yang Harus Dibayar
Setiap pilihan punya konsekuensi. Insecure karena kondisi gigi adalah harga yang harus saya bayar atas pilihan untuk kuliah dulu. Rasanya nggak enak, apalagi saat harus presentasi di depan kelas atau sekadar ngobrol dengan teman.
Tapi saya terus mengingatkan diri bahwa ini bukan akhir, hanya sebuah proses. Saya percaya, ketika waktunya tiba, saya akan bisa memperbaiki penampilan saya tanpa harus mengorbankan masa depan pendidikan saya.
3. Fokus pada Prioritas Utama Sabar
Saya pegang prinsip bahwa segala sesuatu akan ada waktunya, asalkan kita tahu apa yang jadi prioritas. Kuliah jadi prioritas utama saya saat itu, dan saya tanamkan dalam diri untuk fokus menyelesaikannya dulu.
Setelah lulus dan punya penghasilan sendiri, saya langsung ambil langkah untuk memasang behel. Dan saat itu terjadi, saya merasa keputusan saya dulu memang layak diperjuangkan, meski jalannya tidak mudah.
***
Dari pengalaman ini, saya belajar bahwa memberi batasan terhadap opportunity cost bukan berarti menutup peluang selamanya, tapi menundanya dengan sadar demi prioritas yang lebih besar.