Mohon tunggu...
Made Mariana
Made Mariana Mohon Tunggu... -

Seorang Buruh Migran, Murid dari Guru Kehidupan, tinggal di UAE. Penulis buku: Titik-Titik Air di Padang Pasir.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Galungan, Warisan Leluhur Meraih Kemenangan

22 Maret 2013   10:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:24 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

With each new day in Africa, a gazelle wakes up knowing he must outrun the fastest lion or perish. At the same time , a lion stirs and stretches, knowing he must outrun the fastest gazelle or starve. It is no different for the human race. Whether you consider yourself a gazelle or a lion, you simply have to run faster than other to survive (Mohammed Bin Rashid Al Maktoum, The Ruler of Dubai, "My Vision").

***

Seperti yang diungkapkan oleh Sheikh Mohammed, dalam bukunya My Vision, apakah Anda memposisikan diri seperti rusa atau singa, untuk bertahan hidup Anda harus berlari lebih cepat dari yang lain. Bagi sang rusa bila ia tidak mampu berlari melebihi singa yang tercepat maka hidupnya akan berakhir. Demikian pula bagi sang singa, jika ia tidak mampu berlari lebih cepat dari rusa yang tercepat maka ia akan mati kelaparan. Hidup adalah sebuah kompetisi yang mesti dimenangkan. Berbicara tentang kemenangan, saya teringat dengan Hari Raya Galungan, perayaan kemenangan Kebaikan melawan Kebatilan. Peringatan yang dirayakan setiap 210 hari (6 bulan kalender Bali). Tepatnya pada hari Rabu, Kliwon, Wuku Dungulan dalam kalender Bali, tanggal 27 Maret 2013 (kalender masehi). Kenapa kemenangan ini harus dirayakan? Pelajaran apa yang bisa kita petik dari kemenangan?<!--more-->

Guru & Kunci Hidup

Bila kita perhatikan kehidupan sehari-hari, setiap kemenangan sekecil apapun melalui proses yang tidak mudah. Ia diawali dengan tekad untuk menang, usaha meraih sukses, dorongan untuk meningkatkan diri mencapai potensi tertinggi yang kita miliki. Wajar saja bila tokoh spritual legendaris dari negeri Tirai Bambu, Cina, Confucius mengatakan: The will to win, the desire to succeed, the urge to reach your full potential... these are the keys that will unlock the door to personal excellence. Kemauan untuk menang, keinginan untuk sukses, dorongan untuk mencapai potensi penuh Anda... ini adalah kunci yang akan membuka pintu untuk keunggulan pribadi. Hal inipun diamini oleh Daisaku Ikeda, penulis, aktivis perdamaian dan tokoh spritual dari Negeri Matahari, Jepang; The determination to win is the better part of winning. Tekad untuk menang adalah bagian lebih baik dari kemenangan.

Sangat beralasan pula kemudian banyak orang menjadikan kemenangan sebagai guru dalam kehidupan. Saat kita memenangkan suatu kompetisi atau perlombaan, hati menjadi riang gembira. Sebaliknya kita bersedih saat menerima kekalahan. Saya teringat akan kejadian 20 tahun silam ketika kami memenangkan lomba cerdas cermat kimia yang diadakan oleh STKIP UNUD Singaraja hati ini gembira sekali. Apalagi setiap ada orang yang datang bertanya dan memuji kemenangan kami, rasanya pikiran melayang hingga langit ke tujuh. Demikian pula ketika tahun berikutnya gagal mempertahankan juara, sakit sekali rasanya. Kabar gembiranya  mereka ini sifatnya hanya sementara. Kadang bertahan beberapa bulan, kadang hanya beberapa hari. Namun bila tidak hati-hati kemenangan bisa menimbulkan kosombongan, keangkuhan. Kemenangan bisa menjadi cermin kekuatan atau kelebihan kita. Kekalahan bisa menjadi media instropeksi diri untuk menemukan area for improvement. Dalam beberapa hal kemenangan bisa menjadi guru yang lebih agung dari kekalahan seperti yang dikatakan artis kawakan Tom Cruise: I disagree with people who think you learn more from getting beat up than you do from winning. Saya tidak setuju dengan orang yang berfikir Anda belajar lebih dari kekalahan dari pada kemenangan. Mungkin ini pula yang menjadi alasan kenapa beberapa orang menjadi kemangan sebagai sumber utama motivasi dalam berkarya dan berkarir seperti ungkapan petenis papan atas, dari Skotlandia,  Andy Murray:  "I used to think that losing made you more hungry and determined but after my success at the Olympics and the U.S. Open I realize that winning is the biggest motivation." Saya terbiasa berfikir bahwa kekalahan membuat Anda semakin lapar dan lebih bertekad tetapi setelah kesuksesan menjuarai Olimpiade dan US Open, Saya menyadari bahwa kemenangan adalah motivasi terbesar.

Lebih lanjut tentang menang kalah ini, kadang pada kondisi tertentu orang tua kita mengajarkan kita untuk mengalah pada saudara-saudara kita untuk menjaga kerukunan hidup berkeluarga. Bila direnungkan lebih mendalam, pengajaran orang tua ini ada benarnya. Ketika kita mampu mengalah untuk kerukunan dan kedamaian, kita telah mampu menundukkan diri kita. Kemenangan yang sangat sulit diraih.

Kemenangan Abadi

Faktanya kemenangan itu menghadirkan kegembiraan, pelajaran, motivasi seperti yang diungkapkan oleh para tokoh di atas. Sayangnya ia bersifat sementara, berpindah dari satu orang ke orang lain. Mungkihkah kita mendapatkan kemenangan yang tidak bisa diambil orang lain? Buddha menasehatkan; It is better to conquer yourself than to win a thousand battles. Then the victory is yours. It cannot be taken from you, not by angels or by demons, heaven or hell. Lebih baik menaklukkan diri sendiri daripada memenangkan seribu pertempuran. Kemudian kemenangan itu adalah milikmu. Ia tidak dapat diambil dari Anda, baik oleh malaikat atau setan, sorga atau neraka." Hal senada diungkapkan oleh Ilmuan tersohor Pythagoras : "The most momentous thing in human life is the art of winning the soul to good or evil." Hal yang paling penting dalam kehidupan manusia adalah seni memenangkan jiwa untuk baik atau jahat. Sejalan dengan nasehat Buddha dan Pythagoras, Dalam Pustaka Kekawin Ramayana 1.4 ,yang ditulis pada masa kerajaan Mataram (570 M) disebutkan: "Ragadi musuh mapara, ri hati ya tong wanya. Tan madoh ring awak. Nafsu adalah musuh yang dekat, di dalam hati tempatnya tidak jauh dari diri sendiri.

Pertarungan sesungguhnya yang tidak pernah berakhir hingga akhir hayat adalah pertarungan melawan nafsu. Ia bisa hadir kapanpun dan dimanapun, sepanjang kita tidak bisa menaklukkannya. Pemenang adalah mereka yang memiliki kekuatan dan kemampuan untuk menguasai nafsunya. Pengecut ia yang lemah, yang tidak mampu menguasai dirinya. Apa penggerak musuh ini? Energi kehidupan, the life foce energy, sering pula disebut dengan energi prana. Bila kita ingin mengontrolnya, maka kita mesti mampu mengontrol sumber energi penggeraknya, yaitu; makanan, minuman, nafas, kondisi pikiran dan perasaan serta istirahat.

Makan makanan yang didapatkan dengan cara yang benar, tidak melalui proses korupsi, kolusi, nepotisme, perampokan, pencurian, atau penipuan. Jenis makanan yang dimakan (bukan makanan yang busuk, yang lewat kadaluwarsa, tidak terlalu panas, dingin, dan pedas).  Memasak makanan dilakukan dengan benar yaitu jangan sampai ia kehilangan energi prana (energi kehidupannya). Ketika menyantap makananpun jangan lupa berdoa sesuai keyakinan kita. Minuman yang masuk ke dalam tubuh kitapun mesti kita kontrol. Tidak meminum minuman keras yang memabukkan, minuman terlalu dingin atau terlalu panas. Istirahat yang teratur, tidur secukupnya tidak berlebih pun tidak terlalu sedikit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun