Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Pilihan

Indonesia Cetak Sejarah: Dulu Konferensi Asia-Afrika, Sekarang Presidensi G20

31 Juli 2022   20:03 Diperbarui: 31 Juli 2022   20:43 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden RI menerima handover Presidensi G20 di KTT Roma| Foto: BPMI Setpres/Laily RE

Nyali Soekarno membawa Indonesia kesohor tiada dua. Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955 adalah buktinya. Indonesia jadi tuan rumah pertemuan antar benua bangsa kulit berwarna pertama dalam sejarah umat manusia.

Hajatan itu sukses besar. Majalah, koran, radio, hingga televisi di seluruh pelosok dunia membahasnya. Nama Indonesia dan Kota Bandung terdongkrak. Narasi yang sama ingin dibawa oleh Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) lewat Presidensi G20. Apakah mungkin?

Ide mempersatukan dua benua (Asia-Afrika) bukan barang baru bagi Soekarno. Ia telah memikirnya jauh sebelum menjadi orang nomor satu Indonesia. Ketidaksukaannya terhadap kolonialisme dan imperialisme bangsa barat jadi muaranya.

Bung Besar tak tega melihat kekayaaan bumi Asia-Afrika diperas bak sapi perah. Alih-alih dapat tenang, kaum bumiputra justru harus berjuang melawan ketidakadilan dan rasisme. Bung Karno pun mendobraknya. Sekalipun penjara dan pengasingan menantinya.

Ia terus menularkan semangat anti kolonialisme dari mimbar ke mimbar. Suara bak berdaya sihir. Alias retorika Bung Karno diyakini dapat meruntuhkan dinding penjajahan. Ia pun  acap kali mengulang-ulang mantra yang sama: bersatu. Satu untuk semua, semua untuk satu.

"Kalau barongsai dari China bekerja sama dengan lembu nandi dari India, dengan Spinx dari Mesir dengan burung merak dari Burma, dengan gajah putih dari Siam, dengan ular hidra dari Vietnam, dengan harimau dari Filipina dan dengan banteng dari Indonesia, maka pasti hancur kolonialisme internasionalisme," pekik Soekarno.

Optimisme Soekarno membuahkan hasil. Indonesia mampu dibawanya merdeka pada 1945. Namun, Bung Karno kerap merasa kurang.

Sebab, bangsa-bangsa lainnya di Asia-Afrika masih banyak yang berdiam dalam kubangan penjajahan. Bangsa-bangsa itu belum merdeka. Belum pula dapat menentukan nasib bangsanya sendiri.

Gelora penderitaan itu buat Soekarno ambil sikap. KAA digelarnya. Perhelatan yang diselenggarakan pada 18-24 April 1955 di Bandung dianggapnya sebagai corong perlawanan terhadap kolonialisme. Ia menyebut KAA sebagai konfrerensi antar benua pertama dari bangsa-bangsa kulit berwarna di sepanjang sejarah umat manusia.

KAA jadi wadah pertama 29 negara merdeka dan hampir merdeka berkumpul di satu tempat: Bandung. Cakupan partisipasinya tak dapat dianggap remeh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun