Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Buku dan Internet Ngebut, Ajian Produktif di Tengah Pandemi Covid-19

15 Juli 2020   13:26 Diperbarui: 15 Juli 2020   13:32 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
produktif di tengah pandemi/ unsplash: Carl Heyerdahl

Jika ada salah satu hikmah yang dapat diangkat dari pandemi COVID-19, barangkali adalah ketidakpastian. Sebutlah ini hanya tren musiman. Namun, tetap saja patut disyukuri.

Berkat ketidakpastian terkait kapan berakhirnya virus dari Wuhan, kita dapat belajar banyak hal untuk tetap beradaptasi dengan pola baru, yakni belajar menggunakan teknologi, tambah pengetahuan lewat buku, dan memanfaatkan internet secara optimal supaya mendukung kinerja harian selama pandemi.

Ketiga hal diatas, sangatlah penting untuk dikembangkan. Apalagi, Presiden Jokowi pernah menuturkan kunci dari keberhasilan negara dalam menahan laju COVID-19, yakni :"Yang paling penting, social distancing, bagaimana kita menjaga jarak. Dengan kondisi itu, kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, dan ibadah di rumah," kata Jokowi di Istana, Minggu, 15 Maret, dikutip dari VOI.

Untuk itu, setiap orang yang sejatinya beraktivitas di luar rumah, kini mulai beradaptasi dengan pola baru dengan cara bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah. Perihal kesulitan jelas ada. Namanya juga adaptasi, suatu waktu pasti akan menemui kesukaran. Entah itu ragam gangguan khas dari rumah, semisal tangisan anak, kurang fokus dan sukarnya mencari ide.

Akan tetapi, jika kita menarik ke belakang. Sederet pemimpin bangsa atau pahlawan Indonesia seperti Soekarno, Muhammad Hatta, maupun Tan Malaka pun pernah merasakan kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru. Meski bukan adaptasi karena wabah. Terlebih lagi, mereka diasingkan karena melawan.

Pemerintah kolonial Belanda saat itu yakin, jikalau seorang tokoh yang dikenal berpengaruh diasingkan, niscaya akan membuat semangat pergerakan akan redup-redam. Nyatanya, Kompeni salah besar.

Justru ketika mereka diiasingkan, gelora perlawanan semakin kuat. Oleh sebab itu, masing-masing tokoh punya ajian yang sama dalam #kalahkanjarak, ajian tersebut bernama: buku.

Buku bagi pemimpin bangsa

Sebelum adanya teknologi internet, para pemimpin bangsa kebanyakkan menjadikan buku sebagai sarana mengalahkan jarak. Bahkan, tak jarang mereka menjadikan buku yang telah dibawanya sebagai ajian untuk mengetahui seluk-beluk informasi, keindahan, humor, kepahitan, birani, pikiran cermerlang maupun bahaya.

deretan buku-buku/ Unsplash: Kristin Hume
deretan buku-buku/ Unsplash: Kristin Hume

Lantas, lewat tradisi membaca itu mereka melakukan perlawanan terhadap ketidakpastian di tanah pengasingan. Sebagaimana diungkap Goenawan Mohamad dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Buku (1992), membaca berarti membuat seseorang berani masuk dalam ragam gerbang dunia tanpa batas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun