Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Para Pendulang Intan Cempaka (Datsun Risers Expedition)

6 Februari 2016   02:54 Diperbarui: 6 Februari 2016   08:33 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sejenak menggali inspirasi/ dok. pribadi"][/caption]

Bumi, air, dan kekayaan alam  yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(Pasal 33 ayat 3 UUD 1945)

Tak henti-hentinya pasal tersebut membingkai hampir seluruh tulisan terkait ketidakadilan yang tak seirama dengan syair diatas. Mereka yang mendengar cenderung diam bahkan tak mau tahu akan adanya pasal tersebut, seakan-akan investasi dari gemercik dolar perusahaan asing lebih menarik daripada berbicara hajat orang banyak.

Suatu berkah yang luar biasa bagi diri pribadi, dimana hari ke-3 (21/1) penjelajahan Datsun Risers Expedition (etape 2) mulai menuju garis akhir, garis yang mana akan membuka mata kita bahwa masih banyak warganya yang berjuang mengais rejeki dari kubangan-kubangan tambang kecil. Demi mencari intan, sebuah batu berharga yang memiliki nilai jual tinggi sedari ratusan tahun lalu. Dimana lagi kalau bukan di Martapura yang berjuluk kota intan.

Setibanya di desa pumpung, kecamatan Cempaka, kota Martapura, Banjar, Kalimantan Selatan. Mata rasanya bisa menyerap ragam aktivitas pendulangan intan dengan cara tradisional, tanpa alat keselamatan apapun, tanpa takut akan zat-zat beracun yang terkandung didalam sebuah kolam. Mereka bekerja dari pagi hingga sore menjelang dengan penuh semangat.

Menurut informasi yang didapat, Para pendulang intan bisa di bagi 2, ada yang berkelompok, dan ada juga yang memilih untuk bersolo karir. Namun tetap saja hasilnya beberapa persen harus dibagi kepada empunya lahan dan sang penjaga tempat tersebut. Mereka menyebutnya dengan standart berbagi hasil.

[caption caption="pendulang intan berkelompok/ dok. pribadi"]

[/caption]

Datang pagi, pulang sore begitulah pengulangan yang biasa dilakukan sehari-hari. Kadang membawa tangan hampa dengan muka masam, kadang juga membawa bulir-bulir intan dengan muka sumringah. Betapa tidak, sebuah pengalaman mendapatkan intan 9 karat dengan nilai 300 juta selalu menjadi penyemangat dikala semangat mulai redup.

[caption caption="pendulang intan indie/ dok. pribadi"]

[/caption]

Setiap orang yang ingin masuk ke dalam kelompok pendulang intan tak sembarangan layaknya perusahaan yang telah kehabisan ide mencari seorang office boy untuk bekerja. Tetapi jika kondisi seseorang dilanda jeritan kesusahan, maka mereka tanpa pikir panjang langsung mengulurkan tangan untuk memberi ruang, sejenak bergabung dalam kolam-kolam yang kaya akan batu-batuan berharga.

Berbicara hasil yang nantinya didapat tentunya akan dibagi secara rata, prinsip adil masih berlaku bagi para penambang yang sejatinya kurang diperhatikan pemerintah setempat. Mereka tak segan-segan memberikan kuliah singkat tentang proses pendulangan intan walau kita baru pertama kali berkenalan, mulai dari fase pertama hingga fase terakhir. Tampak semangat mereka yang menggebuh-gebuh dalam menjelaskan bahkan tanpa sepeserpun mengharapkan imbalan, hati pun berujar, pengalaman ini nantinya bisa menjadi narasi menarik yang akan dibagikan kemudian hari kepada khalayak ramai.

[caption caption="bulir-bulir emas mulai terihat/ dok. pribadi"]

[/caption]

[caption caption="Go+ Panca beraksi/ dok. pribadi"]

[/caption]

Meski tak banyak informasi yang bisa dicerna oleh otak, dikarenakan waktu yang terbatas, mengunjungi tempat ini membuktikan bahwa negera kita tak butuh uluran tangan asing untuk mendapatkan hasil bumi dengan invertasi besar-besaran yang selalu rakyat melulu menjadi pihak dirugikan.

Meski dengan cara sederhana dengan sedikit berbau tradisional, para pendulang intan Martapura telah cukup membuktikan bahwa negara kita mampu berdiri dengan kakinya sendiri. Lelah lantas tak pernah terucap, hasil yang tak menentu bukan lah masalah. Karena sudah terbiasa, sudah merasakan untungnya , sudah merasakan nikmatnya kehidupan dari butiran demi butiran intan Cempaka.

@dethazyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun