Mohon tunggu...
Desyta Rina Marta Guritno
Desyta Rina Marta Guritno Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka Menulis dan Membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bonsoir, Paris!

12 November 2022   09:34 Diperbarui: 12 November 2022   09:47 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paris (Pixabay/Pexels)

Di hari kasih sayang ini, Kota Paris terlihat semakin indah. Gemerlap lampu kotanya menyihir setiap mata yang memandang. Siapa yang tidak tahu pesona ibukota negara Perancis ini? Kecantikannya tersohor ke seluruh penjuru dunia dan menjadikannya salah satu kota paling banyak dikunjungi di Eropa.

Indahnya malam itu tak juga dirasakan oleh Elisa, saat orang lain bergandengan tangan dengan pasangannya untuk makan malam romantis. Dia hanya sibuk menata baju dan scarf yang akan dipajang di manekin.

Sudah jam sebelas malam, tangan Elisa masih menata dan memilih scarf untuk dipajang, malam ini juga pekerjaannya menata toko harus selesai karena besok Madam Silvie, pemilik toko tempat Elisa bekerja, akan datang berkunjung.

Tak lama kemudian, ada seseorang mendorong pintu tokonya. Elisa sempat terkejut, malam-malam begini harusnya sudah tidak ada pengunjung datang. Memang Elisa tidak mematikan lampu dan menutup korden, dia ingin melihat orang yang berlalu-lalang. Jantungnya berpacu lebih cepat, dilihatnya ada seorang wanita dengan pakaian yang acak-acakan masuk ke dalam toko. Elisa berusaha bersikap tenang.

"Selamat malam, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Elisa.

Wanita itu melempar tas belanja berwarna hitam putih bertuliskan 'SILVIE' ke bawah kaki Elisa. Itu adalah tas belanja dari toko tempat Elisa bekerja.

"Aku kembalikan gaun ini, kau boleh menjualnya lagi. Aku juga tidak meminta uangnya kembali karena itu juga bukan uangku, anggap saja itu sedekah untuk perempuan-perempuan yang tidak bahagia malam ini. Seperti kau dan aku," jawabnya ketus.

Elisa mengernyit, masih tak paham apa maksud yang hendak disampaikan wanita ini.

"Hei kau, siapa namamu?" Tanya perempuan itu.

"A-aku? Aku Elisa," jawab Elisa.

"Hei, Elisa. Berbahagialah kau yang masih sibuk bekerja di malam kasih sayang ini. Kau sudah menggunakan waktumu dengan benar, jangan seperti orang-orang kurang kerjaan diluar sana yang menghabiskan malam dengan kencan dan champagnenya,"

"Aku tidak mengerti, kau membeli gaun ini dari tokoku lalu mengembalikannya dan berkata seperti itu. Apa yang terjadi padamu, Nona?" Tanya Elisa.

"Bukan aku yang membelinya dari toko ini, tapi pacarku. Aku memaksanya pergi kencan padahal dia tidak mau, aku juga meminta gaun dari tokomu. Dia tidak mengiyakan ajakanku, tapi membelikanku gaun ini. Ternyata dia bukan tidak mau Elisa, dia sudah ada janji kencan dengan orang lain dan gaun ini dibelinya hanya untuk menghiburku," kata perempuan itu sambil tersenyum pahit.

Elisa terdiam, benar dugaannya kalau perempuan ini sedang patah hati. Terlihat dari matanya yang sembab karena habis menangis.

"Sejak hari ini aku tau, bahwa kasih sayang bukan dari seberapa sering kalian kencan dan semewah apa kado yang kekasihmu berikan. Tapi tentang ketulusan dan kesetiaan. Mata uang mana yang bisa membeli dua hal itu? Kalau aku menjual gaun-gaun di toko ini pun masih kurang untuk membelinya. Aku terlalu miskin untuk memilikinya, Elisa," ucapnya semakin sendu.

"Kau beruntung bisa lepas dari laki-laki itu, dia jahat, tak pantas untukmu yang memiliki kesetiaan dan ketulusan tiada tara. Kau mahal, dia murah," jawab Elisa.

Perempuan itu tersenyum.

"Baiklah kalau begitu, selamat bekerja kembali, Elisa. Kalau kau mau, ambil saja gaun itu, aku sudah tak membutuhkannya lagi," kata perempuan itu sambil melangkah pergi meninggalkan toko.

Elisa mengambil tas berwarna hitam putih itu, isinya gaun putih selutut berbahan satin sutera yang berkilau. Gaun mahal buatan Madam Silvie ini ternyata tidak ada ada harganya di mata perempuan tadi, karena dia kehilangan sesuatu yang lebih mahal dari sekadar gaun mewah, yakni ketulusan dan kesetiaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun