Mohon tunggu...
Desy Rahmawati Aziz
Desy Rahmawati Aziz Mohon Tunggu... Lainnya - Bachelor of Law

Hi! I got my bachelor degree (S.H.) from Faculty of Law Universitas Airlangga in March 2018. If there are any criticisms and suggestions related to my writings, please do not hesitate to contact me. Hope these will be useful.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pemilukada? Jangan Apatis! Generasi Millenial Wajib Baca Ini!

1 Agustus 2018   15:15 Diperbarui: 3 Agustus 2018   12:33 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hai sahabat kompasiana! Coba kita refresh ingatan kita bareng-bareng nih, masih inget ngga awal Juli kemarin kamu pilih siapa waktu pilkada serentak? Apakah calon yang kamu pilih saat itu akhirnya memenangkan polling dan jadi kepala daerah di tempat mu? Kalau iya, selamat ya semoga apa yang kamu harapkan dari calon yang akan memimpin daerah mu itu benar-benar akan menjadi sosok pemimpin yang amanah dan dapat mensejahterakan masyarakat daerah tempat mu tinggal.

 Jika tidak, jangan berkecil hati, siapapun yang terpilih menjadi kepala daerah mu, semoga saja ia pun dapat mengemban amanah dan memajukan serta mensejahterakan masyarakat. Atau malah kamu golput ngga ikutan milih? Jangan seperti itu ya guys, jangan apatis! Kita semua harus terlibat dalam pemilu. Tidak ada alasan untuk tidak terlibat dalam pesta demokrasi negara kita ini karena Indonesia kedepannya akan didominasi oleh kita. Kitalah yang akan menuntut generasi baru nantinya.

Ngga banyak yang tahu memang, negara kita ini 30% penduduknya ada di usia kita, yakni usia muda (usia 17-30 tahun). Angka ini tentunya sangat signifikan dan partisipasi kita akan sangat berpengaruh dalam menentukan hasil pemilu. Nah, karena jumlah kita sangat signifikan, kita harus menjadi pemilih yang bertanggung jawab dan dapat menentukan pilihan atas dasar yang kuat. Kenapa? Semua ini demi tercapainya pemilu yang berkualitas dan memastikan calon yang terbaiklah yang akhirnya terpilih nanti.

Jangan kamu kira berkembang tidaknya suatu daerah itu bergantung hanya pada pemimpinnya saja. Tentu tidak! Kita semua termasuk saya, kamu yang membaca tulisan ini, mama kamu, papa kamu, saudara-saudara kamu, dan semua masyarakat daerah mu juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan daerah mu sendiri. Penduduk setempat juga harus smart dan mendukung program pemerintah daerah dalam usaha pembangunan entah itu dalam bidang kesehatan, pariwisata, infrastruktur, dan sebagainya. Jangan segan untuk memberi masukan-masukan yang positif untuk pemerintah daerah mu dan berikan kritikan yang membangun, bukan kritikan yang menjatuhkan tanpa saran-saran yang solutif.

Ngomong-ngomong soal Pemilukada nih, kenapa sih harus banget ada Pemilukada? Kalian calon-calon pemimpin bangsa harus tahu nih, jadi, Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 merupakan salah satu sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan daerah yang demoratis.

Nah, Indikator "demokratis" dalam penyelenggaraan Pemilukada ini dapat diukur dari ketaatan penyelenggara Pemilukada terhadap asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana diatur dalam Pasal 22 E ayat (1) UUD NRI 1945. Ukuran demokratis lain dalam penyelenggara Pemilukada dapat diukur dari kemandirian dan integritas penyelenggara Pemilukada, yang mempengaruhi proses penyelenggaraan dan hasil Pemilukada itu sendiri.

Tapi seperti kata pepatah kan, tak ada gading yang tak retak, sayangnya, sekalipun pemilukada digadang-gadang harus sesuai dengan kehendak konstitusi, yakni tercapainya asas luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil), namun harus kita sama-sama sadari bahwa pemilu merupakan sebuah kontes perebutan suara rakyat yang pastinya selalu membuka peluang terhadap proses-proses yang tidak demokratis, tidak jujur, dan tidak adil. 

Kamu harus tahu, pasca pilkada serentak bulan Juli kemarin, di MK telah terdaftar sebanyak 70 laporan perkara. Sidang pertamanya digelar pada 26-27 Juli kemarin yang disidangkan oleh tiga panel hakim dengan agenda pemeriksaan pendahuluan. Diluar 70 perkara itu, data dari Mahkamah Konstitusi mencatat perkara perselisihan hasil pemilukada, sejak tahun 2008-Juni 2018, sebanyak 910 kasus telah diputus di MK, diantaranya: (a) 74 permohonan dikabulkan, (b) 468 permohonan ditolak, (c) 339 permohonan tidak diterima, (d) 26 permohonan ditarik kembali, dan (e) 3 permohonan gugur. 

Data tentang banyaknya kasus perselisihan hasil pemilukada yang disengketakan di MK tersebut menunjukkan bahwa adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap hasil pemilu/pilkada sehingga berujung pada sengketa pemilu/pilkada di MK.

For your information, penyelesaian sengketa pemilukada itu sudah mengalami perubahan rezim hukum. Pada awalnya penyelesaian sengketa ditangani oleh Mahkamah Agung (MA). Kenapa MA? Karena pada saat itu pemilukada oleh pebentuk undang-undang dikategorikan sebagai rezim hukum pemerintahan daerah dan bukan rezim hukum pemilihan umum sebagaimana pemilu presiden dan pemilu legislatif. 

Nah, seiring berjalannya waktu, terjadi pergeseran konsep dalam memandang pemilukada. Salah alasan terjadiya pergeseran tersebut tidak terlepas dari pengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 72-73/PUU/2004 tentang Pengujian UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu, alasan yang mendasari perpindahan kewenangan penyelesaian sengketa pemilukada adalah karena faktor beban kerja MA. Beban kerja MA yang cukup tinggi menjadi alasan logis pengalihan kewenangan penyelesaian sengketa pemilukada, sehingga dapat mengurangi beban kerja yang dimiliki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun