Siapa diantara kita yang tidak memiliki kenangan indah di masa SMA? Â Mungkin ada, tetapi jarang. Â Katakanlah, aku ini satu diantara mereka yang memiliki kenangan indah di masa SMA. Â Begitu indahnya hingga aku selalu rindu masa itu. Â Termasuk berjumpa kembali dengan dua sahabatku, Meity dan Dewi. Â Hanya saja, itu tidak akan mungkin.
Lucunya, di SMA kami bertiga tidak pernah satu kelas. Â Meski aku dan Dewi berasal dari SMP yang sama. Â Tetapi, itu pun tidak sekelas ketika di SMP. Â Pemersatu kami adalah kegiatan Pramuka. Â Di mana kami bertiga memiliki ketertarikan yang sama, suka berpetualang, berkemah dan memanjat gunung.
"Met, jangan lupa besok bawa telur yah." Â Teriakku sebelum masuk ke mobil jemputan. Â Sementara Om Ridwan yang menjemputku sudah memasang muka cemberut. Â Heheh...iya, aku paham. Â Sebab, aku sudah kelewat lama ditunggunya. Â Pasti Om Ridwan takut dimarahin bapakku karena telat menjemput ke kantor nanti.
Habis, mau bagaimana? Â Sebagai ketua, tugasku memastikan untuk kegiatan Pramuka besok tidak ada yang lupa membawa persiapannya. Â Termasuk Meity, karena orang tuanya memiliki peternakan ayam. Â Sehingga dirinya selalu kebagian tugas membawa telur mentah untuk bekal sarapan atau bahan membuat nasi goreng selama berkemah. Â Sedangkan Dewi, karena mempunyai toko, biasanya aku tugaskan membawa gula, kopi dan teh. Â Lalu aku, biasanya dibawakan apa saja titipan orang tuaku. Â Hahah...kami memang Pramuka elite. Â Kenapa demikian, karena orang tuaku setengah hati mengizinkan aku di setiap kegiatan. Â Khawatir anaknya kelaparan mungkin.
Tetapi, begitulah adanya. Â Kegiatan Pramuka membuat kami dekat. Â Tidak jarang di kemah kami begadang berbagi cerita tentang masa depan. Â Selepas SMA mau melanjutkan kemana, dan kami berjanji akan terus bersahabat selamanya.
Walau nyatanya tidak terjadi demikian, karena Meity di kelas XI mutasi mengikuti orang tuanya yang ditugaskan ke Jakarta. Â Lanjut dengan diriku di kelas XII semester 1 pun pindah ke Jakarta mengikuti mutasi orang tua. Â Tinggallah Dewi sendiri di SMA kami, di kota Balikpapan.
Berjalannya waktu, entah bagaimana aku dipertemukan kembali dengan Meity sekembaliku dari kuliah di negeri orang. Â Lalu persahabatan kami berlanjut, sekalipun kini disibukkan dengan tanggungjawab di pekerjaan. Â Sedangkan Dewi, kami berdua kehilangan jejak. Â Kabar terakhir, dirinya kini menjadi dokter di sebuah desa di Lombok. Â Mengasingkan diri dikarenakan konflik dengan keluarga.
Bergulir waktu dengan berbagai cerita uniknya. Â Termasuk ketika Meity memutuskan berumahtangga. Â Kabar yang seharusnya disambut bahagia olehku. Â Tetapi entah kenapa aku merasa laki-laki yang menjadi pilihannya itu tidak tepat. Â Walaupun demikian, aku tetap menghadiri hari istimewa sahabatku tersebut.
Namun sejak itulah persahabatan kami berubah. Â Aku kehilangan pribadi Meity yang pernah aku kenal. Â Hingga kemudian, aku benar-benar kehilangan dirinya. Â Bahkan usahaku selalu gagal ketika mencoba mencari tahu keberadaannya lewat seorang kerabatnya yang juga teman sekelasku di SMA.
Hingga sekian tahun berlalu rupanya. Â Pada sebuah siang, sebuah pesan masuk di WA ku. Â "Meity telah berpulang." Â Singkat isi pesan itu, dan seketika aku hancur hati. Â Rasanya sakit sekali kehilangan seorang sahabat yang rupanya selama ini merahasiakan sakitnya dariku. Â Permintaannyalah untuk tidak memberitahukanku sakit kanker yang dideritanya selama ini.Â