Tidak terasa hampir setahun sudah putriku "merantau" sejak selepas Sekolah Menengah Atas (SMA) diterima kuliah di perguruan tinggi negeri (PTN) di kota lain.Â
Terus terang, ini tidaklah mudah. Â Khususnya urusan menyakinkan keluarga besar. Â Yup, satu kesamaan pemikiran mereka, "Ini anak cewek. Â Bedalah kalau melepas anak cowok. Â Memangnya yakin sudah bisa? Â Kalau nanti jadi berantakan bagaimana?" Â
Ehhmm ..... no komen, sebab aku pribadi di usia yang nyaris sama dengan putriku bahkan melanjutkan belajar ke negara orang. Â Tidak ada saudara di sana, dan harus beradaptasi dengan budaya dan bahasa asing dengan cepat ketika itu.
Sebelumnya, baiklah kita luruskan terlebih dahulu. Â Bagiku tidak ada bedanya kekhawatiran melepas anak perempuan ataupun anak laki-laki. Â Sebagai seorang ibu, manalah ada yang tidak ngeri sedap melepas buah hati jauh dari rumah. Â Terlepas anak perempuan, ataupun laki-laki, khan tetap anak.
Tetapi, bukankah sangat egois jika kita melarang ataupun mematahkan semangat anak yang mengejar masa depannya? Â Bagiku, melarang anak untuk "merantau" sama dengan menghalangi mereka memperoleh berbagai kesempatan dan manfaat positif. Â Sebab dengan merantau nantinya mereka dituntut untuk mandiri dan mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya.
Begini, pendidikan akademik adalah merujuk kepada hard skill. Â Di mana anak memperolehnya di bangku sekolah. Â Bahkan pun dapat belajar autodidak dari berbagai sumber. Â Tetapi membentuk pribadi seseorang tidak cukup dijejali dengan berbagai ilmu saja. Â Harus ada yang disebut soft skill, yang merujuk kepada kemampuan komunikasi, kerja sama, adaptasi, kepekaan sosial dan kultural, serta kemampuan menyelesaikan masalah.Â
Pertanyaannya, di umur berapakah anak siap? Â Ehhmm.... rasanya lebih pantas ini ditanyakan kepada diri kita sendiri sebagai orang tua. Â Siapkah kita melepas sang buah hati? Â Tentu, sebelum memutuskan, sebagai orang tua haruslah mengenal anak sendiri. Â Mengenal impiannya, dan pribadinya. Â Bagaimana kita mengetahuinya? Â Komunikasi adalah kata kuncinya! Â Sejauh mana orang tua memiliki komunikasi yang baik dengan anak, dan ada kepercayaan dibangun disana. Â Kesimpulannya, umur tidaklah menjadi patokan kedewasaan ataupun kesiapan anak.
Berikut masukan bagi orang tua ketika mempersiapkan buah hati bersekolah/ kuliah di kota lain, yaitu:
- Sedari dini orang tua dan anak sudah mendiskusikan cita-cita ataupun impian anak.
- Menanamkan komitmen, beserta gambarannya arti mandiri
- Membicarakan perguruan yang dituju
- Mencari informasi dari googling, teman ataupun kerabat
- Mempersiapkan biaya hidup di kota lain
- Mencari kost yang cocok dan nyaman, dalam arti tidak jauh dari kampus dan berbagai fasilitas penunjang lainnya.
Satu cerita putriku yang harus menghadapi berbagai persoalan, dan dipecahkannya sendiri ketika itu. Â Kocak dirinya bercerita, saldo menipis gegara terpakai untuk print berbagai tugas kuliah. Â Merasa harus semakin dewasa, dipilihnya berhemat dengan hanya mengkonsumsi tempe. Â "Supaya cukup untuk ngeprint tugas ma," begitu katanya ketika beberapa waktu lalu pulang liburan semester. Â Hahah...aku jadi teringat diriku sendiri, pun pernah melakukan hal yang sama saat kuliah di negara orang.
Aku memilih kerja sambilan, dan dua diantaranya adalah perusahaan catering dan restaurant. Â Di mana selain upah, aku selalu dibawakan makanan. Â Ini artinya, aku bisa menghemat biaya makan. Â Persis seperti putriku, "Demi menghemat," walaupun dengan cara yang berbeda.
Sebagai orang tua pasti terenyuh. Â Betapa tidak, nyatanya putriku memilih tidak memberitahukan. Â Hal yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Â Meski, dulu pun aku melakukan hal yang sama sepertinya. Â Lalu apakah ini karena komunikasi yang buruk?