Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Melepas Anak Kuliah di Kota Lain, Tepat atau Tidak?

30 Maret 2023   02:15 Diperbarui: 30 Maret 2023   02:25 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://blog.cicil.co.id/

Tidak terasa hampir setahun sudah putriku "merantau" sejak selepas Sekolah Menengah Atas (SMA) diterima kuliah di perguruan tinggi negeri (PTN) di kota lain. 

Terus terang, ini tidaklah mudah.  Khususnya urusan menyakinkan keluarga besar.  Yup, satu kesamaan pemikiran mereka, "Ini anak cewek.  Bedalah kalau melepas anak cowok.  Memangnya yakin sudah bisa?  Kalau nanti jadi berantakan bagaimana?"  

Ehhmm ..... no komen, sebab aku pribadi di usia yang nyaris sama dengan putriku bahkan melanjutkan belajar ke negara orang.  Tidak ada saudara di sana, dan harus beradaptasi dengan budaya dan bahasa asing dengan cepat ketika itu.

Sebelumnya, baiklah kita luruskan terlebih dahulu.  Bagiku tidak ada bedanya kekhawatiran melepas anak perempuan ataupun anak laki-laki.  Sebagai seorang ibu, manalah ada yang tidak ngeri sedap melepas buah hati jauh dari rumah.  Terlepas anak perempuan, ataupun laki-laki, khan tetap anak.

Tetapi, bukankah sangat egois jika kita melarang ataupun mematahkan semangat anak yang mengejar masa depannya?  Bagiku, melarang anak untuk "merantau" sama dengan menghalangi mereka memperoleh berbagai kesempatan dan manfaat positif.  Sebab dengan merantau nantinya mereka dituntut untuk mandiri dan mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Begini, pendidikan akademik adalah merujuk kepada hard skill.  Di mana anak memperolehnya di bangku sekolah.  Bahkan pun dapat belajar autodidak dari berbagai sumber.  Tetapi membentuk pribadi seseorang tidak cukup dijejali dengan berbagai ilmu saja.  Harus ada yang disebut soft skill, yang merujuk kepada kemampuan komunikasi, kerja sama, adaptasi, kepekaan sosial dan kultural, serta kemampuan menyelesaikan masalah. 

Pertanyaannya, di umur berapakah anak siap?  Ehhmm.... rasanya lebih pantas ini ditanyakan kepada diri kita sendiri sebagai orang tua.  Siapkah kita melepas sang buah hati?  Tentu, sebelum memutuskan, sebagai orang tua haruslah mengenal anak sendiri.  Mengenal impiannya, dan pribadinya.  Bagaimana kita mengetahuinya?  Komunikasi adalah kata kuncinya!  Sejauh mana orang tua memiliki komunikasi yang baik dengan anak, dan ada kepercayaan dibangun disana.  Kesimpulannya, umur tidaklah menjadi patokan kedewasaan ataupun kesiapan anak.

Berikut masukan bagi orang tua ketika mempersiapkan buah hati bersekolah/ kuliah di kota lain, yaitu:

  • Sedari dini orang tua dan anak sudah mendiskusikan cita-cita ataupun impian anak.
  • Menanamkan komitmen, beserta gambarannya arti mandiri
  • Membicarakan perguruan yang dituju
  • Mencari informasi dari googling, teman ataupun kerabat
  • Mempersiapkan biaya hidup di kota lain
  • Mencari kost yang cocok dan nyaman, dalam arti tidak jauh dari kampus dan berbagai fasilitas penunjang lainnya.

Satu cerita putriku yang harus menghadapi berbagai persoalan, dan dipecahkannya sendiri ketika itu.  Kocak dirinya bercerita, saldo menipis gegara terpakai untuk print berbagai tugas kuliah.  Merasa harus semakin dewasa, dipilihnya berhemat dengan hanya mengkonsumsi tempe.  "Supaya cukup untuk ngeprint tugas ma," begitu katanya ketika beberapa waktu lalu pulang liburan semester.  Hahah...aku jadi teringat diriku sendiri, pun pernah melakukan hal yang sama saat kuliah di negara orang.

Aku memilih kerja sambilan, dan dua diantaranya adalah perusahaan catering dan restaurant.  Di mana selain upah, aku selalu dibawakan makanan.  Ini artinya, aku bisa menghemat biaya makan.  Persis seperti putriku, "Demi menghemat," walaupun dengan cara yang berbeda.

Sebagai orang tua pasti terenyuh.  Betapa tidak, nyatanya putriku memilih tidak memberitahukan.  Hal yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.  Meski, dulu pun aku melakukan hal yang sama sepertinya.  Lalu apakah ini karena komunikasi yang buruk?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun