Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Memaknai Mencintai vs Memanjakan Anak

1 Februari 2023   00:58 Diperbarui: 1 Februari 2023   01:28 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.theasianparent.com/

Mayoritas orang tua mengaku mencintai buah hatinya.  Totalitas terlihat dari cara mereka menunjukkan cinta kasihnya kepada sang buah hati.  Ironisnya dianggap sudah "mencintai" nyatanya ada yang lalai memperhatikan aspek emosional anak.  Kemudian justru berujung anak tumbuh menjadi pribadi manja, penuntut, ngulah dan berbagai permasalahan lainnya.

Bahkan hingga sekarang pun masih ada orang tua mengklaim parah bahwa buah hati telah terpenuhi semua kebutuhannya.   Nyatanya itu hanyalah kebutuhan fisik, yaitu dari sandang, pangan dan papan!  Tetapi pernahkah terpikirkan bahwa di dalam tumbuh kembangnya seorang anak juga harus terperhatikan sisi emosional berupa cinta kasih yang tulus?

Fakta, orang tualah yang berperan dan menjadi guru pertama si anak.  Sebab bagi anak, orang tua adalah role model, atau contoh berprilaku.  Bahwa seorang anak akan tumbuh sesuai pola asuh orang tuanya.  Di kemudian hari, kasih sayang dan cinta orang tua mampu membentuk anak menjadi sosok yang ceria dan percaya diri.  Rancunya mencintai bias dengan memanjakan. 

Menurut Dr. Stephen Birchak, Ed. D, penulis buku The 5 Golden Rules, menulis, "Memanjakan berarti memberikan anak terlalu banyak sehingga mereka memiliki keinginan yang tidak masuk akal dan pemaksaan hak.  Kadang ketika orang tua memanjakan anaknya, orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk menuntut lebih atau mengharapkan sesuatu secara berlebihan dan tidak masuk akal."

Sedangkan mencintai menurut Birchak, adalah orang tua yang mengabdi kepada anak-anaknya.  Orang tua tidak dapat mencintai seorang anak lebih daripada yang lain.  Masalahnya adalah, kebanyakan orang tua tidak mengabdi sepenuh hati terhadap anaknya.  Orang tua tidak boleh menghitung cinta dan pengabdian melalui barang-barang yang telah diberikan kepada sang anak.

Maka, tidaklah heran banyak orang tua di kemudian hari "ada" berkeluh kesah.   Berpendapat dengan nada nyaris putus asa, "Sudah dituruti, diberikan semua keinginannya tetapi kok jadinya begini?"  Di lain waktu kita pun sering mendengar omongan seperti, "Dulu, mama dan papa sudah kaki jadi kepala, dan kepala jadi kaki.  Sudah memberikan bla...bla...bla...dan bla...semua yang kalian minta."

Uuuppss...bukankah kewajiban orang tua mencintai anaknya dengan sepenuh hati, tanpa menghitung apa dan berapa?  Pertanyaannya sekarang, apakah ini dan itu yang "dikeluhkan" dibuat agar bisa "membungkam" si anak, agar tidak mengusik kesibukan orang tuanya?  Hingga bahkan kata "tidak" seakan pantang terucap.  Berharap dengan demikian anak tidak menuntut waktu untuk bersama?

Cerita klasik ketika nominal rupiah "dianggap" bisa membeli kebahagiaan anak.  Bertambah ngeri bahkan gadget kini bak malaikat penyelamat karena mampu membuat anak tenggelam dalam dunianya sendiri.  Maaf, jika demikian, kok terkesan anak dibuang atau disisihkan?  Kalau boleh jujur, terkesan dengan sadar orang tua memutus interaksi dan komunikasi dengan anakkah?

Bukankah ini menyedihkan, apapun dalilnya.  Kenapa?  Sebab, tidak ada anak yang minta dilahirkan.  Kita pun harus menyadari kebutuhan dicintai adalah pondasi yang membentuk kepribadian anak secara utuh, mulai dari kekuatan fisik, mental, emosional, hingga kemampuan mereka beradaptasi di lingkungan sosial.  Tanya saja diri kita masing-masing yang sudah dewasa ini, bagaimana rasanya kesepian dan kosong.  Apalagi anak yang baginya orang tua adalah dunia dan tumpuannya.

Maka berikut saran agar anak tumbuh menjadi pribadi yang sehat, yaitu

  • Komunikasi dan interaksi yang hangat dan mencintai anak
  • Membuat batasan, aturan, dan konsekuensi
  • Mendengar dan berempati kepada anak
  • Ada dan membantu anak menyelesaikan masalah
  • Tempatkan waktu yang tepat untuk memuji dan mengkritik anak
  • Memberikan rasa tenang dan aman.
  • Memeluk dan memberi sentuhan
  • Mengatakan rasa sayang yang jujur dan tulus.
  • Biarkan anak menjadi dirinya tanpa drama
  • Bangun percaya diri anak dengan kepercayaan

Baiklah, ada orang tua yang tidak peka.  Percaya diri sangat tidak ada yang salah dalam tumbuh kembang anaknya, paling tidak untuk sesaat.  Namun rasanya tidak salah mengetahui bahwa harus diwaspadai kelalaian ini dapat berakibat pada kesehatan mental buah hati, misalnya. 

  • Kecanduan, bisa candu gadget, game ataupun menonton.
  • Gangguan makan, sulit makan atau sebaliknya
  • Gangguan suasana hati, ditandai dengan emosional meletup atau tantrum
  • Gangguan neurotic, atau gangguan jiwa yang masih cukup baik menilai realitasnya, misalnya kecemasan ataupun depresi ringan
  • Psikosis, atau gangguan dalam penilaian realitas, tidak bisa membedakan mana yang nyata dan tidak nyata.  Ditandai dengan munculnya halusinasi.
  • Gangguan tidur, ditandai dengan tidak menentunya jam tidur hingga larut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun