Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Arsik Terakhir Bapak

14 November 2022   00:45 Diperbarui: 14 November 2022   00:49 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://detikmenak.com/

"Non...Non...," pagi itu suara Pak Tarono tukang sayur langganan kami terdengar di gerbang rumah kami.  Jika didengar dari teriakkannya, pastilah bapakku memesan sesuatu kepadanya.  Ini artinya, aku bakal makan enak!  Yup, Pak Tarono ini tukang sayur andalan bapak.  Keduanya sudah saling memahami bahasa masing-masing.  Bahkan sangking percayanya Bapak dengan Pak Tarono, hingga racikan bumbu masakan tradisional ala Sumatra pun, Pak Tarono sudah paham!

"Wow....ikan mas hidup, dan bumbu arsik?"  Kataku sambil menerima pesanan bapak dari Pak Tarono.  "Iyo, dan ikannya bertelur loh, persis seperti maunya bapakmu.  Katanya, bapak mau masak arsik kesukaanmu."  Begitu penjelasan tambahan darinya.  Heheh...senangnya aku, karena rupanya ada kejutan nih.

Berlari aku menemui bapak yang ternyata sudah bersiap di belakang dengan ember berisi air.  "Tuangkan disini ikannya, nanti kita olah.  Sekarang, ayo bantu siapkan bumbu, dan kita akan masak arsik terenak!  Bantu bapak yah, supaya tahu juga cara masaknya bagaimana.  Nggak susah kok, hanya cemplang cemplung.  Kalaupun ada yang dihaluskan, itu pun tidak banyak."   Penjelasan bapak tanpa aku pinta, dan membuat aku mulai gerah.  Kenapa, sebab jujur aku tidak suka memasak lauk.  Aku senangnya membuat dessert, semacam puding, kue, dan berbagai camilan. 

Menurutku lebih asyik, tidak serempong memasak lauk.  Begitu pun aku patuh mengikuti bapak.   Menghaluskan cabe kriting, cabe rawit, bawang merah, bawang putih, kemiri, jahe, sereh, kunyi, dan garam secukupnya.  Sekalipun agak malas jujurnya, tetapi aku tidak tega menolak permintaan bapak.  Apalagi dari dapur, aku melihatnya sudah asyik "menuntaskan" nyawa ketiga ikan mas.  Iya, memasak arsik memang sebaiknya dengan ikan mas yang masih hidup, karena dagingnya lebih manis.

Bapak tampak asyik mempersiapkan ikan, dan membersihkan isi perut ikan sambil duduk di kursi cucian terbuat dari kayu yang rendah.  Heheh...bapak memang suka memasak.  Apalagi jika itu dilakukannya untuk keluarga tercintanya.  "Heeiii.... lihat ini, ada telurnya loh.  Wow...besar pula telurnya.  Mantap kali arsik kita nanti, makan yang banyaklah nanti yah nang."  Teriak bapak kepadaku yang berada di dapur.  Yup, "nang" berarti inang, panggilan sayang bapak kepada anak gadisnya dalam suku Batak.

Tak lama bapak menghampiriku di dapur.  Memastikan apakah bumbu sudah siap aku haluskan, dan bumbu lainnya sudah kubersihkan.  Lalu bapak mengambil kuali raksasa milik kami yang ukurannya segede gambreng.

Hahah...bahkan untuk kuali ini saja ada ceritanya, karena dipesankan khusus oleh bapak, dan lengkap pula dengan tutupnya.  Apalagi gegaranya, jika bukan karena untuk berjaga kalau-kalau perlu untuk membuat arsik katanya.  Kenapa, karena bapak tahu banget aku ini suka arsik, demikian juga kakak iparku.  Itu sebabnya, kami memasak 4 ekor ikan mas @1 kg untuk dijadikan arsik!  Bisa dipastikan, 2 ekor jatah kakak iparku yang memang sangat suka masakan bapak.

Bapak kemudian meletakan baskom berisi ikan mas utuh yang kini sudah dilumurinya dengan air perasan jeruk nipis dan garam.  Gunanya selain menghilangkan amis, juga memberikan rasa.  Lalu bapak mengambil kacang panjang, daun singkong muda, dan bumbu halus, kemudian mengisinya di dalam setiap perut ikan.  Telur ikan yang sempat dikeluarkannya tadi pun, ikut dimasukkannya kembali di setiap perut ikan.  Selanjutnya diletakkan di kuali yang berisi susunan lengkuas, serai, asam gelugur, asam cekala, bunga kecombrang, dan andaliman pada dasar kualinya.

"Wuihhh....cantiknya!"  Kataku ketika itu melihat susunan ikan di dalam kuali dengan kombinasi warna warni dari sayuran dan bumbu.

Teringat, saat kami berdua begitu asyik mengisi kacang panjang, daun singkong muda dan bumbu halus dalam perut ikan.  Aku duduk di lantai, dan bapak di kursi kecil kayu.  Sedangkan di samping kami, menunggu kuali raksasa.  Hehheh..."gede banget yah pak kuali ini," kataku ketika itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun