Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Perempuan dan Digital

15 Juli 2022   01:13 Diperbarui: 15 Juli 2022   01:21 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: rania-s.medium.com

Kemajuan teknologi tidak terhindarkan seiring majunya peradaban.  Tetapi nyatanya keterwakilan perempuan di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) masihlah minim.  Johnny Plate Menteri Komunkasi dan Informatika (Menkominfo) melihat ini sebagai ketimpangan karena pembagian peran antargender dalam dunia kerja yang tidak setara

"Terbatasnya peran perempuan dalam transformasi digital pada dasarnya disebabkan oleh adanya stereotip dan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan di dunia kerja," jelas Menkominfo Johnny G. Plate saat memberikan orasi ilmiah dalam wisuda Sekolah Tinggi Multimedia (STMM) Yogyakarta, Rabu (13/7).  Dikutip dari: indonesiatech.id

Keterbatasan kemampuan inilah yang mengakibatkan banyaknya perempuan kehilangan pekerjaan dimasa pandemi dikarenakan adanya digitalisasi.  Padahal berdasarkan data Bank Dunia pada 2019, perempuan berkontribusi sebanyak 37% terhadap produk domestik bruto (PDB) global.

Ironis memang ketika di era digitalisasi menemui banyaknya perempuan generasi baby boomers khususnya yang gagap teknologi.  Mereka adalah generasi yang lahir di era 1946-1964 dan memiliki kecendrungan generasi gila kerja.  

Mereka mempercayai kesuksesan datang dari mendedikasikan banyak waktu dan usaha.  Sementara sebenarnya kehadiran teknologi menjadikan segalanya lebih efektif dan efisien.  Sehingga bahkan kehadiran manusia akan digantikan oleh robot bukanlah tidak mungkin.

Ironis mendapati bahkan perempuan di kota kesulitan mengoperasikan komputer!  Bahkan kehadiran smartphone tidak digunakan maksimal, dan hanya mentok di chat ataupun pasang status ibarat adu pamer.  Padahal banyak hal yang bisa dilakukan dengan kemajuan teknologi.  Namun, ketertarikan perempuan Indonesia mempelajari teknologi terbilang minim.

Sangatlah disayangkan ini terjadi di Indonesia.   Sebab tidak hanya tingginya populasi perempuan di negeri ini.  Kemudian juga kesempatan sekolah sudah hampir setara antara anak perempuan dan laki-laki di Indonesia.  Sehingga seharusnya perempuan generasi setelah babby bommers, yaitu generasi Z dan Alpha mutlak melek teknologi dan menggunakannya lebih produktif.

Namun rupanya tidaklah semudah membalik telapak tangan.  Beberapa alasan yang ikut mempengaruhi sbb:

  1. Budaya partial, perlakuan istimewa kepada laki-laki dan perempuan hanya dicukupkan mengurus rumah
  2. Faktor ekonomi, kecendrungan perempuan diharapkan segera menikah dan tidak dirasa perlu untuk mengejar karir.
  3. Tidak kondusifnya lingkungan kerja, dimana perempuan dituntut memiliki dua peran yaitu ibu dan wanita karir.

Jika kondisi ini terus dibiarkan maka perempuan akan terus mengalami ketertinggalan di era digital nantnyai.  Bukan karena ketidakmampuannya, tetapi karena gender dan "beban" moral sebagai seorang perempuan.

Salah satu contohnya, nyatanya sedikit jumlah perempuan berkarier sebagai peneliti.  Tidak hanya dituntut menyelesaikan pendidikan doktor (PhD) dan berlanjut terus pada tingkat organisasi kerja dengan kontroversi yang sering digambarkan sebagai "leaky pipeline".  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun